jpnn.com - Yahudi, Nasrani, dan Islam disebut sebagai agama-agama samawi atau yang turun dari langit. Disebut juga agama Ibrahimi, agama yang lahir dari ajaran Nabi Ibrahim tentang tauhid atau monoteisme.
Ibrahim mempunyai dua anak, Ismail dan Ishak, yang menjadi leluhur para nabi pembawa ajaran Yahudi, Nasrani, dan Islam. Ismail bersama, ibunya Siti Hajar, diungsikan oleh Ibrahim ke Makkah sewaktu masih bayi, lalu melahirkan bangsa-bangsa Arab, termasuk Muhammad yang kemudian membawa ajaran Islam.
BACA JUGA: Jilbab, Najwa Shihab, dan Ide Socrates
Ishak melahirkan Yakub yang kemudian menurunkan nabi-nabi bangsa Yahudi, termasuk Musa dan Isa. Ketiga agama itu lahir dari satu leluhur yang sama dengan ajaran yang sama-sama mengesakan Tuhan.
Namun, sampai sekarang konflik-konflik besar berlatar belakang agama yang terjadi dunia ini terjadi di antara ketiga agama serumpun itu.
BACA JUGA: Kisah Tersembunyi Komunitas Yahudi di Indonesia
Guru politik dari Amerika Serikat, Samuel Huntington, menyebut konflik dan peperangan di dunia ini bersumber pada benturan antara empat peradaban besar dunia.
Dalam The Clash of Civilization: The Remaking of World Order, Huntington berpendapat bahwa setelah komunisme runtuh pada 1990 dengan ambruknya Uni Soviet dan negara-negara komunis di Eropa Timur, Amerika Serikat akan menjadi negara adidaya tunggal dunia.
BACA JUGA: Menelusuri Sejarah Eksistensi Yahudi di Nusantara
Perang dingin yang berlangsung hampir setengah abad berakhir dengan hilangnya rezim komunis. Namun, itu tidak berarti dunia akan aman tanpa perang, karena menurut Huntington, masih akan muncul perang-perang baru dengan wujud yang beda.
Kalau pada masa Perang Dingin sumber konflik adalah masalah politik, pasca-Perang Dingin sumber peperangan ialah peradaban. Oleh karena itu, Huntington menyebutnya sebagai The Clash of Civilization, benturan peradaban, yang menjadi sumber peperangan di dunia.
Peradaban Barat yang diwakili Amerika dan Eropa yang Kristen akan menghadapi tantangan dari peradaban Timur Tengah yang Islam. Selain itu, ada juga potensi benturan dari peradaban Timur konfusian yang diwakili China, Jepang, dan Korea, dan ada juga peradaban Eropa Timur yang diwakili Rusia dan negara-negara bekas komunis di Eropa Timur yang beragama Kristen Ortodoks.
Di antara peradaban itu yang paling potensial menjadi sumber benturan pembawa perang ialah Islam dan Barat. Serangan atas Menara Kembar WTC pada 11 September 2001 dianggap sebagai salah satu bukti perang peradaban itu.
Serangan itu melahirkan kebijakan perang melawan teror yang diumumkan Presiden George Bush, yang kemudian melahirkan perang di Irak dan Afghanistan.
Tesis Huntington itu kontroversial dan melahirkan banyak perdebatan. Pemerintah Amerika Serikat sendiri tidak sepenuhnya percaya dan mengadopsi pandangan Huntington itu.
Penyerangan 11 September memang dilakukan oleh pelaku teror yang muslim dari Arab Saudi. Akan tetapi, semua pelaku teror itu mendapatkan pendidikan modern di Eropa dan Amerika.
Meskipun Arab Saudi negara Islam, hubungannya dengan Amerika Serika sangat mesra. Arab Saudi adalah mitra koalisi Amerika yang paling setia di Timur Tengah. Dari kenyataan itulah tesis Huntington terbantahkan.
Perkembangan yang terjadi di Timur Tengah sekarang dengan munculnya perang terbuka antara Israel melawan Palestina apakah bisa disebut sebagai perang peradaban?
Pendukung Huntington menjawab iya, karena perang Israel-Palestina itu jelas merupakan benturan peradaban antara Barat dengan Timur sebagaimana tesis Huntington.
Penulis Amerika keturunan Iran, Reza Aslan, tidak sependapat. Menurut Aslan, perang di Palestina sekarang ini adalah wujud dari perang lama antar-penganut monoteisme.
Dalam There is No God but God: The Origins and Evolution in Islam, Aslan merunut perkembangan Islam sejak masa Nabi Muhammad sampai sepeninggalannya. Ajaran Islam mengenai kenegaraan dan hak-hak wanita diletakkan dengan kukuh oleh Muhammad.
Ketika Muhammad meninggal, umat Islam memilih sendiri pemimpinnya. Maka dipilihlah Abu Bakar menjadi khalifah yang kemudian dilanjutkan sampai tiga suksesor berikutnya yang disebut Khulafauraasyidin, yakni Umar, Utsman, dan Ali.
Sejak berhijrah ke Madinah pada 622 Masehi, Muhammad sudah menghadapi perlawanan tersembunyi dan terbuka dari kaum Yahudi. Berbagai intrik politik yang penuh tipu daya dilakukan kaum Yahudi yang tidak menyukai kekuasaan politik Muhammad di Madinah makin besar pasca-Perang Badar pada 623 Masehi.
Semula Muhammad mencoba melakukan pendekatan persuasif. Namun, kaum Yahudi yang dipelopori Bani Quraizah melakukan beberapa pengkhianatan strategis dengan menyeberang kepada pihak musuh, sehingga membahayakan kedudukan dan keselamatan kaum muslimin di Madinah.
Setelah dikepung selama beberapa hari, Bani Quraizah menyerah. Rasulullah kemudian menyerahkan pengadilan terhadap Bani Quraizah kepada seorang ahli yang kemudian memutuskan untuk mengeksekusi seluruh kaum laki-laki Bani Quraizah.
Sebanyak 700 laki-laki Bani Quraizah dieksekusi di tempat terbuka di Madinah. Episode itu dikecam keras oleh kalangan Barat yang menganggap Muhammad melakukan kekejaman terhadap Bani Quraizah yang sudah menyerah.
Tuduhan itu mendiskreditkan Muhammad karena para ahli Barat tidak mengungkap secara jujur interaksi politik kaum Yahudi Madinah dengan kaum muslimin, serta menafikan pengkhianatan Bani Quraizah atas kesepakatan yang sudah disetujui bersama.
Insiden Madinah itu menjadi salah satu dendam politik paling besar dalam sejarah hubungan Islam dengan Yahudi. Sampai sekarang sejarawan Yahudi Barat tetap memendam dendam kepada Islam akibat insiden ini.
Dua agama yang berasal dari nenek moyang yang sama, seharusnya bisa bersatu. Namun, sifat bangsa Yahudi yang khianat menyebabkan benturan antar-agama monoteis itu berlanjut seolah tanpa kesudahan.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anis Matta Sebut Yahudi Berutang Budi, tetapi Palestina yang Membayarnya
Redaktur & Reporter : Antoni