jpnn.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mementahkan bantahan Ferdy Sambo soal mantan polisi itu tidak memiliki niat jahat membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Wahyu Iman Santoso yang menyidangkan perkara itu menyatakan niat Ferdy Sambo membunuh Brigadir J diwujudkan dengan memerintahkan Bharada Richard Eliezer menembak salah satu pengawalnya itu.
BACA JUGA: Breaking News! Ferdy Sambo Dijatuhi Hukuman Mati
Menurut majelis hakim, semula Ferdy Sambo meminta kesanggupan Bripka Ricky Rizal menembak Brigadir J di rumah pribadi mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri itu di Jalan Saguling III, Jaksel.
Namun, Ricky Rizal yang juga pengawal Ferdy Sambo tidak mau menuruti permintaan itu dengan alasan tidak kuat secara mental.
BACA JUGA: Kronik Ferdy Sambo, dari Kadiv Propam ke Hotel Prodeo, Lalu Vonis Mati
"Kemudian saksi Richard dipanggil untuk mewujudkan kehendak terdakwa yang menghilangkan nyawa korban Yosua tersebut," kata Wahyu saat menguraikan pertimbangan majelis hakim sebelum mengucapkan vonis untuk Ferdy Sambo pada persidangan di PN Jaksel, Senin (13/2).
Setelah Richard menyanggupi permintaan untuk menembak Brigadir J, selanjutnya Ferdy Sambo mengambil kotak peluru dan menyerahkannya kepada polisi muda itu. Pada saat itu, di pistol Richard terisi tujuh peluru.
BACA JUGA: Pernah Ucapkan Hajar, Chard!, Ferdy Sambo Ajak Bharada E Ikut Bertanggung Jawab
Ferdy Sambo juga memerintahkan Richard mengambil pistol HS pegangan Brigadir J di dalam dasbor mobil Lexus LM. Selanjutnya, Richard menyerahkan pistol itu kepada Ferdy Sambo.
Majelis hakim menganggap perintah Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer menunjukkan upaya menembak Brigadir J telah direncanakan dengan matang dan sudah dipikirkan baik-baik.
Selain itu, Ferdy Sambo juga menyuruh Richard menambahkan peluru dalam senjatanya serta mengambil senjata HS milik korban.
"Hal ini diartikan bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapih dan sistematis," kata Hakim Wahyu.
Kehendak jahat Ferdy Sambo itu juga terlihat dari perintahnya kepada Kuat Ma'ruf untuk mencari Richard dan Brigadir J.
Ferdy Sambo menyampaikan perintah itu sekitar lima menit setelah istrinya, Putri Candrawathi, tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga.
Yosua dan Richard pun menghadap Ferdy Sambo. Sejurus kemudian, alumnus Akpol 1994 itu memegang leher Yosua dan mendorongnya.
Ferdy Sambo juga menyururuh Yosua. Selain itu, mantan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri tersebut juga memerintahkan Richard yang ada di sampingnya untuk menembak korban.
Selanjutnya, Richard menembak tiga atau empat kali ke tubuh Yosua.
"Telah nyata akibat dari kehendak yang diinginkan oleh terdakwa itu benar-benar terjadi, yaitu kematian korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata hakim.
Oleh karena itu, majelis hakim meragukan pernyataan Ferdy Sambo soal perintahnya kepada Richard bukan untuk membunuh Brigadir J.
"Menurut majelis hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka, mengingat yang dimaksudkan sebagai niat atau kehendak terdakwa yaitu hanya mem-back up saja, maka instruksi itu hanya cukup di Ricky Rizal Wibowo dan terdakwa, tidak perlu memanggil saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu," tutur Hakim Wahyu.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dalam pleidoinya membantah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebutnya memiliki niat jahat untuk menghabisi nyawa Brigadir J.
Mantan Koordinator Staf Pribadi Pimpinan (Koorspripim) Polri itu menyebut surat tuntutan dari JPU terhadap dirinya hanya bersandar pada keterangan Richard Eliezer.
JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo. Namun, majelis hakim PN Jaksel menjatuhkan hukuman mati kepada mantan polisi dengan pangkat terakhir irjen itu.(cr3/jpnn.com)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ferdy Sambo Divonis Mati, Ibunda Brigadir J: Luar Biasa, Puji Tuhan
Redaktur : Antoni
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama