jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Didi Suprijadi mengecam sikap kepala desa dan ketua BPD Desa Margabakti, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memerkarakan guru konorer bernama Rohyatun.
Berita mengenai guru honorer diperkarakan oleh pemerintah desa menjadi viral berkat video berjudul Jodi.
BACA JUGA: Moratorium Rekrutmen Guru PNS Dampaknya Luar Biasa
"Yang memerkarakan guru honorer sangat tidak layak jadi pemimpin," kata Didi, Rabu (14/8).
BACA JUGA: Pak Eko Ajak Honorer K2 Kerja dari Rumah
BACA JUGA: Guru Honorer Hanya Digaji Rp 200 Ribu, Tiap Hari Lewati Bukit Terjal ke Sekolah
Dia menambahkan, untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu faktor penentunya adalah guru.
"Seberapa jauh pemerintah Desa Margabakti melindungi guru honorer Rohyatun?" imbuh Didi.
BACA JUGA: Target Pemerintah, Tak Ada Lagi Honorer pada 2023
Didi merasa gusar setelah membaca surat pemerintahan Desa Margabakti tentang kasus guru honorer yang ditembuskan ke mana mana, termasuk media massa.
"Isi surat tersebut, di samping kurang patut, semestinya bisa dilakukan tabayun terlebih dahulu dengan kepala sekolah atau dengan guru yang bersangkutan, sebelum dikirim ke mana mana," ucap pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu.
Surat nomor 26/Mgbkt-06/Vlll/2019 tanggal 9 Agustus 2019 perihal klarifikasi video viral Jodi dari Pemerintah Desa Margabakti, Kecamatan Kadugede Kabupaten Kuningan ditandatangani oleh Nono Mulyono selaku kepala desa dan Idih Ulhadi sebagai ketua BPD Desa Margabakti.
Surat yang ditujukan kepada Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab Kuningan Maman Hermansyah dan ditembuskan juga kepada gubernur Jabar hingga media massa.
Surat klarifikasi video viral Jodi, tetapi isinya memerkarakan Rohyatun. Guru mulia dan ikhlas yang baru bekerja pada 2017 dengan gaji dibayar tiap tiga bulan dari dana BOS.
Rohyatun yang merupakan guru olahraga di SDN Margabakti diperkarakan oleh kades dan ketua BPD dengan mengacu kepada UU 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik yang tuntutan hukumannya bisa melebihi lima tahun. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Kurang 3.000 Guru di Wilayah Ini
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad