YLBHI Nilai 100 Hari SBY Belum Mendasar

Bidang Hukum dan HAM

Senin, 25 Januari 2010 – 21:30 WIB
JAKARTA - Dalam realisasi program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono di bidang hukum dan hak asasi manusia (HAM), menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), belum ada perubahan mendasarSumpah SBY-Boediono saat pelantikan pada 20 Oktober 2009 lalu dinilai belum terpenuhi

BACA JUGA: Layani TKI, Deplu Dirikan Welcoming Office

YLBHI menilai program 100 hari pemerintah di bidang hukum dan HAM itu, dengan mengevaluasi program 100 hari Presiden dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemhukham).

"Sejak awal, duet SBY-Boediono mencanangkan (untuk) melanjutkan pelaksanaan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, yang kemudian antara lain ditindaklanjuti dengan pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," kata Ketua YLBHI, A Patra M Zen, kepada JPNN di Jakarta, Senin (25/1).

Klaim 100 hari Kemhukham sendiri, antara lain adalah telah meraih sejumlah capaian
Di antaranya berupa penerbitan Peraturan Dirjen Imigrasi IMI.2-UM.01.10-1.467 tentang Perubahan SIP Paspor RI, yang memperpendek waktu pembuatan paspor dari tujuh hari menjadi empat empat hari, berikut pemberian paspor RI 24 halaman kepada buruh migran yang bermasalah di luar negeri, dengan target capaian sebanyak 217.367 buah paspor.

Klaim lainnya, yakni penerbitan keputusan menteri perihal prosedur pengesahan badan hukum perseroan terbatas (PT) dari satu bulan menjadi tujuh hari, penyelesaian tunggakan permohonan HKI (hak cipta, desain industri, paten dan merk), dengan target 100 berkas per minggu

BACA JUGA: SBY Curhat di Depan Tentara

Di samping itu, kementerian ini juga merencanakan penggantian sistem administrasi badan hukum baru dan pembangunan lapas baru.

"Kami menilai, program 100 hari tersebut punya kontribusi terhadap penegakan hukum dan HAM (di Indonesia)
Namun masih-lah jauh dari ekspektasi (harapan) masyarakat

BACA JUGA: Ditahan, Budiarto Menangis

Semestinya, program 100 hari pemerintah yang dicanangkan adalah program yang membawa optimisme baru, (misalnya) menerbitkan kebijakan dan mempersiapkan pondasi kokoh bagi perluasan akses keadilan serta promosi, (atau) perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di negeri ini," cetus Patra.

Menurut Patra pula, YLBHI sejak awal telah merekomendasikan sejumlah program aksi yang secara substantif dan signifikan akan membawa perubahan besar dalam kehidupan hukum dan HAM, utamanya bagi masyarakat miskin, marjinal dan para keluarga korban pelanggaran HAM"Program 100 hari seperti apa yang diharapkan masyarakat dengan ukuran tersebut di atas, dapatlah kami contohkanPertama, di bidang perluasan dan peningkatan akses keadilan bagi masyarakat miskin dan marjinalProgram pemberian bantuan hukum dan pembangunan sistem bantuan hukum nasional semestinya menjadi program prioritas kementerian ini," paparnya.

"Kedua, di bidang hak asasi manusia, (antara lain) seperti mengalokasikan anggaran bantuan hukum untuk masyarakat miskin, menerbitkan regulasi penyelesaian problem yang dialami korban lumpur panas Lapindo, penyelesaian kekerasan buruh migran, termasuk meratifikasi konvensi perlindungan buruh migran dan pemberian bantuan hukum bagi buruh migran di luar negeri, kemudian meratifikasi Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, serta menyusun dan menerbitkan Keppres Pengadilan HAM ad hoc kasus Orang Hilang.

Beberapa rekomendasi lainnya yang disebutkan Patra, termasuk juga menerbitkan Perpres Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), merekomendasikan pencabutan izin HPH dan HTI, pertambangan dan migas, serta perkebunan besar yang telah menyebabkan konflik sosial dan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup, hingga penerbitan regulasi pelembagaan permanen Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di bidang pendidikan hingga tingkat kabupaten/kotaPemerintah menurut Patra pula, juga bisa memperkuat regulasi dan kebijakan pemberantasan korupsi, (membuat) moratorium penggusuran paksa perumahan kaum miskin perkotaan, mengupayakan pengembalian lahan-lahan yang dikuasai BUMN kepada masyarakat yang diperoleh dengan cara melawan hukum di masa lalu, serta penerbitan regulasi yang menjamin pemenuhan hak dan hajat hidup orang banyak (air, pendidikan dan kesehatan).

"(Makanya) di penghujung 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, kami hendak menyampaikan evaluasi bahwa belum ada gebrakan yang mendasar untuk memperluas akses keadilan terhadap masyarakat miskin, pemberantasan mafia hukum, penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, penyelesaian konflik agraria sebagai akar pelanggaran HAM yang dialami masyarakat, serta pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM," tukasnya.

"Program pemberantasan mafia hukum, setelah tiga bulan pemerintahan belum memberikan harapan yang amat besar dan kepercayaan yang tinggiSementara program Kementerian Hukum dan HAM yang telah dilakukan 100 hari, merupakah program yang sudah semestinya dilakukan, karena tidak berhadapan dengan sumbatan politik dan tantangan besar, serta masih didominasi bidang administrasi hukum umum (AHU), imigrasi dan hak kekayaan intelektual," beber Patra pula(gus/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trofi Piala Dunia Mampir di Istana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler