jpnn.com, JAKARTA - Sidang kasus penyebaran kebencian melalui media sosial di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (15/5) menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra sebagai saksi ahli.
Dua terdakwa dalam kasus tersebut yakni Rizal Kobar dan Jamran dijerat dengan pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
BACA JUGA: Ki Gendeng Tak Menyesal Unggah Video Antitionghoa
Menurut Yusril pasal 28 UU ITE mengandung unsur multitafsir. Sehingga dapat menghilangkan asas kepastian hukum. Karena itu, hakim perlu mempertimbangkan niat kedua terdakwa.
”Saya bilang jangan ditafsirkan sembarangan. Harus dilihat ada motifnya atau tidak,” ungkap dia ditemui usai sidang kemarin.
BACA JUGA: Ini Video Ki Gendeng Yang Dianggap Melecehkan Etnis Tionghoa
Yusril pun menjelaskan bahwa dalam pasal 28 UU ITE terdapat kalimat barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak. Lebih lanjut dia menyebutkan bahwa jika seseorang mengkritik tanpa hak, dia salah.
”Tapi, sebagai warga negara dia berhak menyampaikan kritik terhadap sesuatu yang dianggap tidak adil,” jelas dia.
BACA JUGA: Paranormal Rasis Ki Gendeng Pamungkas Ditangkap Polisi
Namun demikian, bagi pihak lain hal itu dapat dianggap menyebarkan kebencian dan permusuhan. ”Itu yang terjadi,” ungkapnya.
Yusril menjelaskan, dalam konten yang diunggah oleh Rizal dan Jamran beberapa nama turut disebut. Termasuk di antaranya Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahaja Purnama.
Tapi, sambung Yusril, bukan tidak mungkin Rizal dan Jamran merupakan orang keseribu yang mengunggah konten tersebut. Sebelum mereka, sudah ada orang lain yang melakukan tindakan serupa.
”Dan ada orang yang pertama kali membuat konten itu. Tapi kan mereka tidak pernah dipersoalkan. Tidak pernah disidik,” jelasnya.
Karena itu, Yusril tidak heran jika muncul pertanyaan berkaitan dengan hal tersebut. ”Apakah mestinya didakwa bersama dengan orang lain atau didakwa sendirian?,” kata dia.
Untuk itu, hakim harus hati-hati dalam sidang tersebut. Jangan sampai terburu-buru dan salah mengambil langkah.
Berdasar pandangannya, Yusril berpendapat bahwa Rizal dan Jamran menggunakan haknya untuk menyampaikan kritik terhadap sesuatu yang dia anggap tidak sesuai.
”Misalnya dia mengkritik Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Orang lain pada ditangkapin. Tapi, Pak Ahok tidak,” ungkapnya.
Pria kelahiran Belitung Timur itu mengungkapkan bahwa itu merupkan ekpresi atas ketidakpuasan melihat sesuatu yang tidak adil.
”Tapi, apakah itu suatu kebencian terhadap Pak ahok atau tidak itu harus dibuktikan di persidangan,” terangnya. Yusril yakin itu akan terungkap. “Terdakwa kan akan ditanya oleh hakim,” tambah dia.
Niat di balik tindakan yang dilakukan oleh Rizal dan Jamran sebagai terdakwa, sambung Yusril, pasti akan terbuka di persidangan.
Selain keterangan kedua terdakwa, saksi serta bukti lainnya juga akan berujung kesimpulan. ”Ada niat jahat atau tidak,” terangnya. Sehingga dapat menjadi petimbangan hakim. (syn/)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril: HTI Dihormati dan Diakui Kiprah Dakwahnya
Redaktur & Reporter : Soetomo