jpnn.com, JAKARTA - Kuasa Hukum Oesman Sapta Odang (OSO) Yusril Izha Mahendra mengatakan setiap orang yang merasa haknya dirugikan berhak untuk melakukan perlawanan, termasuk juga terhadap berlakunya suatu kaidah atau norma hukum. Hal itu tidak saja berlaku terhadap norma UU (yang bisa dilawan ke MK) maupun terhadap norma peraturan di bawah undang-undang, yang bisa dilawan ke MA. Begitu juga terhadap suatu putusan pejabat tata usaha negara, orang yang merasa dirugikan dapat melawannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Hal itu dikatakan Yusril kepada media di Jakarta, Senin (19/11/2018) menanggapi pernyataan Bivitri Susanti.
BACA JUGA: Misbakhun Berbagi Jurus ke Caleg Golkar di Pasuruan
Menurut Yusril, ketika ada orang yang menggunakan haknya atau tidak, hal itu harus kita hormati sebagai keputusan masing-masing. OSO memang beda. Dia menggunakan haknya.
“Dia (OSO, red) tahu putusan MK final dan mengikat. Dia tahu pula Putusan MK itu ditindaklanjuti dengan PKPU No 26/2018 yang dapat diuji secara formil dan materil ke MA. Maka OSO melakukan perlawanan secara sah dan konstitusional,” kata Yusril.
BACA JUGA: DPC PDIP Menargetkan Jokowi - Maruf Menang Besar
Menurut Yusril, terhadap Keputusan KPU yang menghilangkan nama OSO dari DCT, OSO melakukan perlawanan ke PTUN. Ketika sidang PTUN tengah berlangsung, MA memutuskan bahwa PKPU Nomor 26 tidak boleh berlaku surut. Peraturan itu baru berlaku untuk Pemilu DPD tahun 2024.
“Dengan adanya Putusan MA seperti di atas, maka PTUN mengabulkan gugatan OSO seluruhnya. Keputusan KPU tentang DCT wajib dicabut. KPU diperintahkan menerbitkan Keputusan baru tentang DCT yang mencantumkan nama OSO di dalamnya,” tegas Yusril.
BACA JUGA: Persiapan Pemilu 2019 Hampir Rampung
Yusril mengatakan putusan MK dan Putusan MA berlaku umum karena sifatnya yang normatif. Tetapi Putusan PTUN hanya berlaku bagi siapa yang menggugat saja karena sifatnya individual.
Andai pengurus parpol yang lain, yang berjumlah lebih dari 200 itu, mengikuti langkah OSO, tentu nasibnya akan sama dengan OSO. “Tetapi karena menyerah duluan, ya mereka terpaksa berhenti dari pengurus parpol. Andai setelah Putusan MA, ada yang belum keluar dari partai dan mereka menggugat ke PTUN, gugatannya juga akan dikabulkan. Tentu nama mereka sudah harus masuk dalam DCT,” katanya.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan Putusan MK, MA dan Putusan PTUN semuanya terang dan jelas. Tidak ada pertentangan antara putusan-putusan itu. Sekarang masalahnya bukan OSO “bisa atau mau” seperti dikatakan Bivitri, tetapi apa KPU mau atau tidak mematuhi putusan PTUN yang bersifat imperatif itu.
“Kalau tidak mau, OSO akan memidanakan seluruh anggota KPU, karena pejabat yang menghilangkan hak orang lain yang telah diputuskan pengadilan adalah kejahatan,” kata Yusril.
Yusril mengaku telah menanyakan ke Bivitri yang bertindak sebagai ahli saat sidang PTUN.
“Jika ada perbedaan pendapat secara akademik tentang sesuatu masalah, sementara telah ada putusan pengadilan yang berlaku final, maka mana yang harus dijadikan pegangan oleh pengambil keputusan? Bivitri menjawab “putusan pengadilan”. Dengan jawaban Bivitri itu, maka jawaban atas persoalan OSO kiranya selesai,” kata Yusril.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri: Pemda Harus Memfasilitasi Penyelenggara Pemilu
Redaktur & Reporter : Friederich