jpnn.com - JAKARTA - Ketua Dewan Syura Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra menuding ada pihak-pihak yang tak nyaman dengan upayanya megajukan uji materi atas Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, ada kelompok antiperubahan yang ketakutan jika permohonan uji materi UU Pilpres dikabulkan MK sehingga pelaksanaan Pilpres dilakukan mendahului pemilu legislatif (pileg).
"Kaum status quo itu ingin pertahankan oligarki dan oligopoli baik di bidang ekonomi maupun politik. Yang namanya oligarki dan oligopoli itu tidak ada manfaatnya bagi rakyat," kata Yusril dalam rilisnya ke JPNN, Rabu (18/12) malam.
BACA JUGA: Ekstradisi Adrian Kiki Paling Lambat 16 Februari 2013
Menurutnya, kelompok oligarki dan oligopoli itu tengah berusaha keras untuk menggiring opini guna menyudutkan permohonan uji materi UU Pilpres. Salah satu upaya untuk menyudutkan uji materi UU Pilpres itu adalah dengan mengaitkan hubungan dekat Yusril dengan Ketua MK Hamdan Zoelva. Terlebih, Hamdan memang pernah menjadi anak buah Yusril di PBB.
"Opini ini ingin menjungkir balikkan logika awam, bahwa MK harus menolak uji materil UU Pilpres ini. Dengan begitu (menolak uji materi red) MK obyektif, Hamdan juga obyektif," ujar Yusril.
BACA JUGA: Kinerja BPN Dinilai Mengecewakan
Namun, lanjutnya, publik harus memahami bahwa hal itu hanya siasat kelompok status quo untuk melanggengkan oligarki dan oligopoli di kancah politik. Padahal, lanjut Yusril, oligarki dan oligopoli jelas menyusahkan rakyat dan antidemokrasi.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menambahkan, jika uji materi itu dikabulkan maka akan ada 12 pasang calon presiden pada Pilpres 2014 mendatang atau sesuai dengan jumlah kontestan pemilu legislatif. "Nha, munculnya wajah-wajah baru dalam pencalonan presiden akan mengancam posisi mereka," pungkasnya.
BACA JUGA: Yulianis Kecewa Dianggap Orang Aneh
Pekan lalu, Yusril mengajukan uji materi atas sejumlah ketentuan di UU Pilres. Ketentuan yang dipersoalkan antara lain pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112 UU Pilpres. Yusril menganggap pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 6A ayat (2) yang menyebut pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Mengacu pada sistem presidensial, Yusril menganggap harusnya Pilpres digelar sebelum pileg. Sementara pilpres yang digelar setelah pemilu legislatif hanya pada sistem parlementer.
Dalam tafsiran Yusril, pemilu yang dimaksud dalam pasal 6A ayat (2) adalah pemilu untuk anggota DPR, DPD dan DPRD. Sebab, katanya, pasal itu berkaitan dengan pasal 22E di UUD 1945 yang menjadi dasar pelaksanaan pileg.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setahun, Perusahaan Nazaruddin Raup Keuntungan Rp 800 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi