‎Mendagri: Itu Hanya Plintiran Saja

Jumat, 26 Februari 2016 – 00:15 WIB
Tjahjo Kumolo. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah pemberitaan yang menyebut dirinya seolah-olah melarang penggunaan jilbab bagi wanita muslim di Provinsi Aceh. 

Menurutnya, informasi tersebut keliru dan sangat menyesatkan. Mengingat Aceh telah ditetapkan sebagai daerah berstatus khusus, yang dapat menerapkan peraturan daerah atau qanun sesuai dengan Syariah Islam dan selama tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan di atasnya.
 
“Saya cuma meminta agar daerah lain tidak membuat peraturan sama seperti Aceh. Misalnya, Surabaya bikin perda soal wajib berjilbab. Kalau Aceh tak mengapa, karena memang daerah syariat Islam,” ujar Tjahjo, Kamis (25/2).

BACA JUGA: Ingin Bedah Rumah? Daftar ke Pak Kades Ya

Menurut Tjahjo, dirinya justru mendukung adanya aturan pengenaan jilbab bagi wanita muslim di Aceh. Bukan justru sebaliknya. Karena Aceh merupakan Serambi Mekah, di mana mayoritas masyarakatnya beragama muslim. Belum lagi provinsi itu merupakan otonomi khusus yang menerapkan syariat islam. 

“Saya hanya bicara supaya daerah lain tak meniru ketentuan seperti Aceh. Di daerah lain itu penggunaan jilbab itu suatu kesadaran. Aceh ini memang terapkan syariat Islam,” ujarnya.

BACA JUGA: 57 Daerah Role Model Pelayanan Publik

Tjahjo memuji aturan pengenaan jilbab di Aceh, karena juga hanya berlaku bagi wanita pemeluk agama Islam. Sementara terhadap wanita yang beragama lain, hanya diminta untuk senantiasa berpakaian sopan dalam menjalankan aktivitas sehari-hati. Hal ini menunjukkan kalau toleransi antarumat beragama juga berjalan dengan baik di Aceh.

Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengakui, Kemendagri memang tengah gencar mengarahkan agar pemerintah provinsi serta kabupaten/kota, memangkas perda yang dianggap bermasalah. Namun hal tersebut lebih kepada peraturan yang bersifat menghambat investasi serta perizinan publik.

BACA JUGA: Wasekjen Peradi: MA Itu Sangat Luar Biasa...Lamanya

Misalnya, ada peraturan daerah yang menjadi penghambat sehingga pembangunan listrik di sebuah terkendala. Tjahjo meminta segera dihapus. Begitu juga dengan perizinan publik untuk membuat KTP, akte lahir, kartu keluarga, harus benar-benar dilaksanakan secara cepat. Karena hal tersebut merupakan pelayanan kepada masyarakat. 

“Jadi bukan soal perda Aceh yang mewajibkan penggunaan jilbab. Itu hanya plintiran saja,” ungkapnya.

Tjahjo kemudian menyarankan kepada perwakilan biro hukum pemerintahan daerah di seluruh Indonesia, agar melibatkan tokoh agama dan adat dalam menerbitkan perda yang ada kaitannya dengan masalah keyakinan masyarakat. Misal, berkordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia, PBNU dan Muhammadiyah.

“Kalau perda otsus itu hati-hati. Seperti di Yogyakarta, kalau memang ada ribut di dalam urusan keraton, maka birokrasi tak boleh masuk mencampuri persoalan tersebut,” ujarnya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat Nih, Garuda Hitam Terima 53 Senjata Api Ilegal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler