‎Kuasa Hukum BG dan KPK Beda Logika soal Kolektif Kolegial
jpnn.com - JAKARTA - Kuasa hukum Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan, Fredrich Yunadi menilai penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah. Pasalnya, keputusan itu dikeluarkan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjumlah empat orang.
Pada saat penetapan tersangka Budi Gunawan, pimpinan KPK hanya berjumlah empat orang yakni Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnain, dan Adnan Pandu Praja. Karena, Busyro Muqoddas sudah habis masa kerjanya.
"Pimpinan KPK hanya berjumlah empat orang," kata Fredrich saat membacakan permohonan praperadilan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/2).
Padahal, pimpinan KPK terdiri dari lima komisioner yang bekerja secara kolektif. Hal ini berdasarkan Pasal 21 juncto Pasal 39 ayat (2) Undang-undang KPK.
Fredrich menyebutkan, segala keputusan yang diambil pimpinan KPK termasuk penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka harus didasarkan pada keputusan lima komisioner KPK. "Dengan demikian keputusan yang menetapkan pemohon (Budi Gunawan) sebagai tersangka pada hari Selasa tanggal 13 Januari 2015 cacat yuridis," ucapnya.
Namun, pendapat kubu Budi Gunawan dibantah oleh kuasa hukum KPK. Chatarina M. Girsang, salah satu kuasa hukum KPK, menyatakan dalil tersebut didasarkan pada kekeliruan kubu Budi Gunawan memahami pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 tanggal 14 November 2013.
"Dalam pertimbangannya, MK sama sekali tidak pernah menyatakan bahwa pengambilan keputusan secara kolektif kolegial oleh pimpinan KPK adalah pengambilan yang harus disetujui oleh lima orang pimpinan KPK," ujar Chatarina.
Chatarina menyatakan apabila menggunakan logika kubu Budi Gunawan, yakni dalam hal pimpinan KPK kurang dari lima orang maka tidak kolektif kolegial, karenanya tidak dapat bekerja dan mengambil keputusan apapun maka seluruh kegiatan harus dihentikan. Dalam kondisi itu, akan timbul kerugian besar bagi masyarakat di mana aktivitas hukum KPK harus dihentikan sementara.