10 Hari Bom Paskah, Sri Lanka Masih Dihantui Teror
jpnn.com, KOLOMBO - Serangan bom bunuh diri di Sri Lanka sudah lewat sepuluh hari. Namun, otoritas belum bisa meredakan kondisi tegang di negara pulau itu. Sudah dua minggu berturut-turut, misa minggu di seluruh penjuru gereja dibatalkan.
Minggu lalu (28/4), Uskup Agung Kolombo Kardinal Malcolm Ranjith membatalkan peribadatan karena situasi yang masih rawan. Seharusnya, peribadatan bisa dimulai seminggu kemudian. Namun, rencana itu gagal setelah pihak berwenang meminta masa libur gereja diperpanjang.
Menurut laporan yang diterima, terdapat ancaman pengeboman di setidaknya dua tempat ibadah Kristiani. Karena itu, peribadatan pada 5 Mei terpaksa diurungkan. "Atas saran dari petugas keamanan, tak akan ada misa di gereja mana pun," ujar juru bicara Keuskupan Agung Kolombo kepada Agence France-Presse.
BACA JUGA: Trauma Teror, Sri Lanka Larang Warga Menutup Wajah
Aktivitas di negara Asia Selatan itu serba terbatas. Otoritas masih khawatir adanya serangan lanjutan. Rencana aksi kampanye memperingati Hari Buruh pada 1 Mei pun dilarang. Sudut-sudut kota dijaga oleh para tentara. Terutama wilayah sekitar gereja. Kardinal Ranjith diberi limusin antipeluru dan konvoi penjagaan. Namun, limusin itu dikembalikan.
"Saya tak perlu kendaraan antipeluru. Tuhan adalah pelindung saya," tegasnya.
Pria berumur 71 tahun itu masih kecewa pada pemerintah. Dia merasa terkhianati karena pemerintah tak sigap mencegah ancaman dari para ekstremis. Padahal, sudah ada informasi intelijen soal serangan itu sebelumnya.
Pemerintah juga terkesan lambat dalam menangani jaringan teroris di dalam negeri. Meski sudah mengamankan 150 tersangka, nyatanya umat Kristiani masih belum bisa beraktivitas dengan tenang.