17 Kabupaten dan Kota Belum Setor Usul UMK
Sabtu, 25 Oktober 2014 – 03:17 WIB
Menurut Edi, inpres itu sebetulnya memang baik. Yakni, demi keberlangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan pekerja. Namun, Jatim mengalami kendala teknis. ''Sejak 2002, Jatim menerapkan budaya UMK. Akan menjadi tidak kondusif kalau menggunakan UMP,'' ujarnya.
Dia menjelaskan, ketentuan UMP diambil dari kebutuhan hidup layak (KHL) terendah di kabupaten/kota. Padahal, berdasar UMK 2015, KHL terendah kurang dari Rp 1 juta dan tertinggi Rp 2,2 juta. Artinya, nilai UMP akan terjun bebas. ''Karena itu, pemprov tidak mungkin melakukan itu. Bagaimana bisa meningkatkan produktivitas jika suasana di dalam perusahaan tidak kondusif?'' tambahnya.
Penolakan penetapan UMP itu bukan bentuk mbalela. Namun, pemprov hanya meminta dilakukan kajian ulang terkait dengan inpres tersebut. Sebab, inpres itu hanya mengatasnamakan UMP, bukan UMK. ''Surat gubernur tentang permintaan kajian ulang itu sudah dikirim ke Kemendagri beberapa waktu lalu,'' ujarnya.