18 Karya Seniman Residensi Baku Konek Masuk Pameran Jakarta Biennale 2024
Agustin mengatakan melalui penelitian lintas budaya dan pendekatan seni rupa, karya ini menyoroti peran krusial Sungai Kapuas sebagai sumber kehidupan serta cerminan ikatan sosial dan nilai-nilai spiritual masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Kami berusaha memposisikan diri sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat untuk benar-benar bisa merasakan dan memahami masalah sosial yang ada. Karya ini bukan hanya sekadar pajangan, tetapi ruang untuk membangun kesadaran kolektif dan mengkaji tantangan masyarakat saat ini,” ungkap Agustin Dwi Maharani.
Selain Agustin, seniman lain yang merasakan manfaat dari program Baku Konek adalah Nani Nurhayati dari Majalengka, Jawa Barat.
Nani pertama kali mengetahui program residensi Baku Konek melalui media sosial. Ia tertarik mengikuti program ini karena ingin terkoneksi dengan pelaku seni dan budaya dari berbagai kota dan provinsi.
Dari hasil residensinya bersama komunitas Sikukeluang di Pekanbaru, Nani mengangkat soal ritual pengobatan tradisional Melayu-Riau. Temuannya berupa rempah-rempah dan audio ia ramu menjadi sebuah karya instalasi yang apik bertajuk “Tepung-Pa-Tepung”.
Keberhasilan Baku Konek 2024 merupakan momentum penting, khususnya dalam hal berjejaring, kolaborasi, serta eksplorasi artistik dalam konteks seni rupa kontemporer. Residensi Baku Konek membuka pintu bagi seniman muda seperti Agustin dan Nani untuk belajar dan berbagi pengalaman dengan komunitas seni di seluruh Indonesia.
Berbekal keberagaman latar belakang peserta, Baku Konek menjadi salah satu sorotan penting dalam perhelatan Jakarta Biennale 2024, membuka jalan bagi masa depan seni rupa Indonesia yang lebih inklusif dan terhubung, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Karya-karya yang dipamerkan juga menunjukkan peran lain karya seni di luar sisi artistiknya, yakni sebagai cerminan, respons, hingga pendorong perubahan sosial, lingkungan, serta budaya. (mcr10/jpnn)