2 Ribu Massa Siap Geruduk Kantor Bupati Beltim
jpnn.com, BELITUNG TIMUR - Kasus sub zona pertambangan di Kabupaten Belitung Timur, Babel, masih menjadi polemik hingga saat ini. Aliansi LSM dan Ormas Belitung Timur (Beltim) berencana mengerahkan 2.000 orang untuk menggelar aksi unjuk rasa ke kantor bupati, Rabu (25/7).
Syamsurizal, selaku koordinator aksi, mengatakan, ada dua hal yang mereka tuntut. Pertama, mereka menuntut agar sub zona pertambangan dikembalikan ke dalam RZWP3K Provinsi Bangka Belitung. Kedua, mereka meminta sikap tegas Bupati Beltim terhadap arah pembangunan daerah tersebut.
’’Faktanya, Perda RZWP3K sampai detik ini belum selesai bahkan dokumen finalnya juga belum selesai, karena masih ada persoalan di Belitung Timur yang berkaitan dengan pro kontra sub zona pertambangan. Bupati jangan lempar tanggung jawab dong! Akar persoalannya justru ada di bupati Belitung Timur yang tidak memahami aturan dan proses penyusunan RZWP3K,’’ tutur Syamsurizal dalam pernyataan resminya, Selasa (24/7).
Dikatakan, dari informasi yang mereka dapatkan, Bupati Beltim secara sepihak mengusulkan hilangnya sub zona pertambangan. Padahal, sub zona pertambangan sudah disepakati pada 14 agustus 2017 lalu oleh para pemangku kepentingan melalui Forum Discussion Group (FGD) dalam rangka penyusunan dokumen RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Disampaikan juga keterngan tertulis Syamsu bahwa Bupati Belitung Timur Yuslih Ihza sudah mengatakan bahwa tidak tepat lagi jika ada LSM atau pihak-pihak yang ingin memprotes kewenangan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung ke Pemkab Beltim.
Pemkab Beltim, menurut Yuslih, sudah menyampaikan secara formal mengenai masukan, data, informasi serta rekomendasi DPRD Beltim ke Pemprov Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Karena itu, masalah ini bukanlah menjadi kewenangan Pemkab Beltim. Dia berharap dirinya tidak didemo.
Aliansi LSM dan Ormas Beltim menilai pernyataan Bupati Beltim tersebut sangat tidak mendasar. Pasalnya, pada Februari 2018 lalu, pihaknya pernah melakukan audiensi dengan Bupati yang difasilitasi.
’’Dalam pertemuan itu kami tegaskan masalah kesepakatan awal pada tanggal 14 Agustus 2017. Tapi, saat itu Pak Bupati mengaku tidak tahu tentang kesepakatan itu,’’ ujar Syamsurizal.