28 Platform Pinjol Alami Darurat Ekuitas, Pengamat Sentil Aturan Bunga
Model bisnis P2P lending, menurut Nailul Huda berbeda dengan model bisnis pinjaman yang berasal dari institusi keuangan lain.
Pada bisnis P2P, terdapat lender individu dan lender institusi dengan imbal hasil yang lebih menarik menjadi daya tarik utama bagi mereka untuk berinvestasi. Bila bunga terlalu rendah, bisnis ini bisa tidak berkembang dan bisa berdampak buruk pada konsumen.
"Itu karena masyarakat yang sedang membutuhkan pinjaman dana bisa terjebak dengan platform pinjaman ilegal yang rentan dengan penipuan dan praktik penagihan yang menyengsarakan konsumen,” jelasnya.
Nailul Huda menilai, pengaturan bunga konsumtif dan produktif di angka 0,3% dengan transparansi biaya bisa menjadi win-win solution bagi platform dan nasabah. Pinjaman online biasanya bersifat tenor pendek, tidak seperti pinjaman konvensional yang tenor panjang.
"Penerapan bunga 0,3% bisa menjadi solusi supaya platform legal tetap tumbuh, OJK tetap bisa mengatur dan masyarakat terhindar dari pinjol ilegal,” tambahnya.
Sebelumnya, OJK lewat POJK Nomor 10/2022 Pasal 50 mengatur penyelenggara P2P lending wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Hingga satu tahun sejak aturan itu diundangkan, P2P lending diwajibkan memiliki paling sedikit modal Rp2,5 miliar. Lalu, pada tahun kedua, naik menjadi Rp7,5 miliar.
Sementara, ekuitas P2P lending paling sedikit Rp12,5 miliar berlaku tiga tahun sejak aturan itu diundangkan. (esy/jpnn)