48 Tahun Hidup Tanpa Kartu Identitas, Sukaesih Hidup Lontang-Lantung
Pendapatan tidak seberapa itu harus digunakan untuk membiayai tiga anaknya Aulia Sodiq (10), Muhammad Padila (9), dan Daffa (8). Aulia dan Padila duduk di bangku SD kelas III SD, sedangkan Daffa kelas II.
Belum lagi membiayai suaminya yang stroke serta uang kontrakan Rp 500 ribu per bulan.
Sukaesih mengaku ingin sekali mengobati suaminya. Namun apadaya ia tidak mendapatkan KIS. Padahal dengan KIS, keluarga Sukaesih bisa berobat gratis.
Bila anak-anaknya sakit, Sukaesih hanya mengandalkan bantuan tetangga yang iba melihat kemiskinan keluarganya. Begitu pula kala anak-anaknya menangis kelaparan, ada saja tetangga yang membagikan beras maupun lauk seadanya.
Sukaesih sangat bersyukur memiliki tetangga yang perhatian, salah satunya Obor Panjaitan. Obor yang juga tim Satgas Indonesia Pintar ini berjuang agar Sukaesih mendapatkan hak-haknya sebagai orang miskin.
"Setiap bulan saya dan Pak Obor harus berantem dengan orang kelurahan untuk mendapatkan beras raskin. Lagi-lagi lurahnya bilang saya tidak punya KTP Depok makanya tidak berhak. Malu saya, untuk dapat beras 10 kilo saya harus adu mulut," kisahnya dengan mimik sedih.
Begitu pula dengan nasib ketiga anaknya yang saat ini menunggak uang sekolah setahun sekira Rp 1 juta. Tiga anak Sukaesih bersekolah di SD Al Azkar Cilodong dengan biaya bulanan Rp 35 ribu.
Perempuan berkulit sawo matang ini memilih sekolah itu karena tidak ada persyaratan akte kelahiran.