Advokat Kritik Penggunaan Permen LHK Untuk Hitung Kerugian Korupsi Timah
jpnn.com, JAKARTA - Kuasa hukum CV VIP, Andy Inovi Nababan menilai penerapan Permen LHK Nomor 7/2014 untuk menghitung kerugian negara riil dari perkara korupsi timah merupakan kekeliruan besar.
Pasalnya, hasil penghitungan senilai Rp 271 triliun itu merupakan kerugian ekologis dari kerusakan lingkungan. Sementara pasal yang digunakan untuk menjerat para tersangka menggunakan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Padahal angka itu belakangan berulang kali ditegaskan adalah kerugian ecologist, yang dipakai adalah peraturan menteri lingkungan hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi ini sudah salah kamar pak," kata Andy di Jakarta, Kamis (13/6).
Dengan melambungnya angka kerugian negara yang salah ambil dari penerapan pasal, kata Andy, hal ini membuat opini publik berasumsi para tersangka layaknya penjahat kakap lantaran melakukan tindakan pidana.
"Angka yang sudah didengungkan let say 3 bulan terakhir angka Rp 271 triliun sehingga banyak orang berfantasi kalau uang Rp 271 itu dipakai bisa untuk apa, semua orang berasumsi lalu memvisualisasikan kepada selebritas-selebritas tertentu," kata dia.
"Bahasa sederhana saya seperti ini, bapak pakai aturan dalam FIFA untuk pertandingan tinju, ketika dipukul petinjunya jatuh, malah dikasih kartu merah kan itu yang terjadi," sambung dia.
Oleh karena itu, Andy mengatakan penerapan Permen LHK No 7/2014 dalam penindakan kasus korupsi timah, akan menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.
"Ke depan atas nama kerusakan lingkungan kalau dipakai perhintungan tersebut, dan bisa dikatakan korupsi dan kemudian dianggap sebagai kerugian negara yang tidak terbatas BUMN, siapapun perusahaan bisa dipidanakan nantinya kedepan," kata dia.