AHY Beberkan Alasan Partai Demokrat Ogah Membahas RUU HIP
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias Mas AHY mengungkap alasan partainya sejak awal menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
"Kami Partai Demokrat menolak membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila karena ada berbagai hal strategis, sensitif dan fundamental yang sebaiknya didiskusikan seluruh elemen masyarakat setelah kita melewati krisis pandemi Covid-19. Pastikan kita ikuti UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam menyusun RUU," kata AHY, dikutip dari Twitter @AgusYudhoyono, Rabu (17/6).
AHY menyampaikan hal fundamental itu di antaranya RUU HIP memunculkan tumpang tindih dalam sistem tata negara.
Pancasila sebagai landasan pembentukan UUD justru diatur oleh UU. Hal ini membuat Pancasila menjadi sekadar aturan teknis dan tidak lagi menjadi sumber nilai kebangsaan.
Selain itu, RUU HIP juga mengesampingkan aspek historis, filosofis, yuridis, dan sosiologis Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang disusun para pendiri bangsa. Indikator paling sederhananya adalah RUU ini tidak memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme
"Padahal, TAP MPR tersebut adalah landasan historis dalam membicarakan bagaimana Pancasila menjaga persatuan bangsa. Kita tidak lupa bagaimana sejarah membuktikan kelompok faham marxisme/komunisme di Indonesia pernah berusaha hancurkan Pancasila. Ini yang kami tangkap juga jadi keprihatinan keluarga besar TNI," sebut pensiunan TNI berpangkat Mayor ini.
Oleh karena itu, AHY menyatakan bahwa partainya sepakat dengan berbagai organisasi sosial keagamaan seperti MUI Pusat, Nahdlatul Ulama hingga Muhammadiyah dan lainnya yang menangkap nuansa ajaran sekularistik atau bahkan ateistik. Salah satunya tercermin pada pasal 7 ayat 2 RUU HIP yang berbunyi '..ketuhanan yang berkebudayaan'.
Pasal 'ketuhanan yang berkebudayaan' ini seolah memuat upaya mengingkari kesepakatan yang dibuat pendiri bangsa untuk tetap memegang teguh NKRI berdasarkan semangat Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika dibiarkan, ini berpotensi mendorong munculnya konflik ideologi hingga perpecahan yang jelas membahayakan keutuhan bangsa dan negara.