Airlangga Sebut Indonesia Berpotensi jadi Pusat 'Critical Minerals & Renewable Energy'
Hilirisasi telah terbukti berbuah manis bagi perekonomian Indonesia, contohnya smelter milik Freeport Indonesia di Gresik mampu mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga, dihasilkan sekitar 60 ton emas dan 900 ribu anoda tembaga, beserta produk turunannya.
Emas yang dihasilkan bisa mengurangi ketergantungan akan impor emas dan berpotensi menghemat devisa hingga Rp 200 triliun per tahun.
Kerja Sama ICA-CEPA
Pada kesempatan yang sama, Menko Airlangga mengungkapkan Indonesia sudah menyelesaikan perjanjian Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) serta MoU terkait critical minerals dengan Kanada.
"Dengan demikian, kita di Amerika Utara sudah punya beachhead. Jadi, kita sudah punya platform untuk masuk ke pasar Amerika melalui Kanada. Kanada berjanji akan menjadi teman kita, strategic partner kita untuk pengembangan daripada strategic critical minerals,” ujar Menko Airlangga.
Dia menyebut arah pengembangan investasi hilirisasi di Indonesia juga harus dilakukan dengan mengedepankan environmental, social, and governance (ESG). Pembangunan harus menerapkan prinsip ramah lingkungan, kesesuaian terhadap regulasi, serta prioritas penggunaan tenaga kerja lokal secara bertahap.
Transfer teknologi dan upaya peningkatan kapasitas masyarakat lokal merupakan faktor yang ditekankan pemerintah dalam menerima investasi.
Menko Airlangga menginginkan pengembangan lanjutan dari hilirisasi yang mendukung renewable energy, salah satunya hilirisasi pasir silika dengan pengembangan floating glass yang akan menjadi glass untuk solar panel dan akan bisa didorong untuk membuat semikonduktor kedepannya. Ini menjadi kekuatan karena pasir silika Indonesia dikenal cukup baik.