Akademisi: Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI Solusi Perkuat Sistem Bernegara
"Tidak Liberalisme, tidak pula Komunisme, atau yang lainnya. Itu adalah sistem sendiri, yang digali oleh para pendiri bangsa," tutur Ichsanuddin.
Menurutnya, gerakan Reformasi pada tahun 1998 secara umum mendorong dua tuntutan yakni demokratisasi dan keterbukaan. Namun yang terjadi, Reformasi justru menggulirkan proses demokrasi Liberal yang jauh dari rumusan para pendiri bangsa.
"Dan tanpa disadari, kita mengunyah renyah demokrasi Liberal yang sudah jelas bertentangan dengan format demokrasi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa," tutur Ichsanuddin. Sejak awal, Ichsanuddin menuturkan, para pendiri bangsa mempraktikkan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan. "Para pendiri bangsa kita sudah mempraktikkan musyawarah mufakat yang menjadi identitas bangsa ini," tutur Ichsanuddin.
Saat ini, ia melanjutkan, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah siapa pelaksana kedaulatan rakyat setelah MPR tak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Menurut Ichsanuddin, jika ditelisik lebih lanjut, ternyata partai politik ini yang menguasai Republik.
"Arah perjalanan bangsa hanya dikendalikan oleh partai politik. Apakah mereka pelaksana kedaulatan rakyat? Karena faktanya terjadi pergeseran kedaulatan rakyat," tuturnya.
Ichsanuddin Noorsy mengatakan dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa model demokrasi politik-ekonomi ala Amerika telah melahirkan ketimpangan dan rasialisme yang cukup ekstrem. "Jadi, ekspor paling mematikan dari Amerika Serikat itu adalah demokrasi. Maka, usulan lima proposal kenegaraan DPD RI sudah tepat," kata Ichsanuddin.
Dalam keynote speech-nya, sebagai inisiator gerakan penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, Ketua DPD RI menawarkan lima proposal kenegaraan yang menurutnya telah mengadopsi apa yang menjadi tuntutan Reformasi tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN serta penegakan hukum.
Proposal pertama, kata LaNyalla, yakni mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.