Akhiri Ketergantungan Impor, Pupuk Kaltim Bangun Pabrik Soda Ash
jpnn.com, BONTANG - Cermat melihat potensi pasar yang besar, Pupuk Kaltim (PKT) selaku produsen urea terbesar di Asia Tenggara saat ini terus berupaya berinovasi dan menggali lebih banyak potensi lewat inovasi sebagai bagian dari tujuan untuk mendukung ketahanan pangan nasional sekaligus mendominasi Asia Pasifik 5 tahun ke depan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan diversifikasi usaha yang berfokus pada produk bernilai tambah yang ramah lingkungan, yakni melalui pengembangan pabrik untuk soda ash.
Soda ash menjadi salah satu komponen bahan baku yang sangat diperlukan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Namun hingga kini untuk memenuhi kebutuhan soda ash, Indonesia masih harus mengandalkan impor.
Setiap tahunnya, Indonesia mengimpor sebanyak hampir 1 juta ton soda ash yang dipakai sebagai bahan baku utama pembuatan kaca, keramik, tekstil, kertas, dan aki.
Bahkan di tahun 2022, data mencatatkan bahwa impor soda ash untuk kebutuhan domestik mencapai 916.828 metrik ton per tahun dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 1,2 juta metrik ton per tahun di 2030.
Sebagai produsen pupuk urea terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, PKT melihat peluang positif ini sebagai bagian dari upaya diversifikasi usaha yang sejalan dengan tujuan pemerintah untukmembangun Indonesia yang lebih mandiri energi dan industrinya.
"PKT mengambil peran melalui diversifikasi usaha yang dilakukan untuk meningkatkan peluang usaha dalam negeri. Pembangunan pabrik soda ash ini menjadi salah satu program hilirisasi yang dilakukan oleh PKT. Selain itu, hal ini juga kami lakukan untuk dapat meningkatkan nilai jual komoditas, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan kedepannya. Kami ingin menjadi salah satu pelopor untuk mengurangi impor dengan menyiapkan soda ash produksi dalam negeri,” kata Direktur Operasi dan Produksi PKT, Hanggara Patrianta, Selasa (6/6).
Untuk mewujudkan target menjadi pionir produsen soda ash dalam negeri, PKT pun bersiap membangun pabrik soda ash dengan kapasitas 300.000 MTPY di lahan seluas 16 hektar di kota Bontang, Kalimantan Timur.