Akhiri Konflik, Jokowi Bisa Utus Mahfud MD untuk Merangkul Habib Rizieq dan Berkompromi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Karyono Wibowo mengatakan, wacana rekonsiliasi kembali mengemuka mengiringi kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air.
Menurut Karyono, rekonsiliasi nasional merupakan kebutuhan bangsa agar tidak terjebak ke dalam kubangan konflik yang berkepanjangan.
Namun, wacana rekonsiliasi bisa mengalami bias makna dan salah kaprah. Sebab, rekonsiliasi harus memiliki urgensi dan tujuan.
"Dari aspek urgensi, rekonsiliasi memang diperlukan, mengingat sepanjang perjalanan bangsa ini masih terbebani konflik masa lalu. Namun demikian tidak mudah untuk mewujudkan rekonsiliasi. Pasalnya, rekonsiliasi memerlukan komitmen kuat untuk menghapus dendam demi mengakhiri konflik. Masalahnya, konflik masa lalu justru dikelola untuk tujuan tertentu yang malah memperpanjang dan memeruncing konflik. Konflik lama justru kerap direproduksi, diduplikasi dan dimodifikasi untuk tujuan tertentu," kata Karyono kepada JPNN.com, Kamis (12/11).
Ujungnya, lanjut Karyono, yang terjadi bukan rekonsiliasi nasional yang bertujuan untuk mengakhiri konflik, tetapi yang terjadi adalah kompromi politik sebatas kepentingan elite.
Rekonsiliasi akhirnya terdistorsi menjadi sebatas kompromi elite. Upaya rekonsiliasi seperti ini niscaya tidak akan menyelesaikan akar persoalan.
"Wacana rekonsiliasi salah kaprah juga pernah didengungkan saat Pilpres 2019 berujung rusuh. Kondisi itu, seketika membuat pasangan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang berkenan merangkul Prabowo Subianto yang menjadi lawan politiknya selama dua kali Pilpres berturut-turut. Upaya merangkul lawan politik itu menggunakan terminologi rekonsiliasi dengan dalih, the winner doesn't take it all, pemenang tidak mengambil semuanya. Ujungnya, Partai Gerindra masuk ke dalam koalisi pemerintahan dan mendapat jatah dua menteri. Rekonsiliasi akhirnya terdistorsi menjadi sekadar koalisi," kata dia.
Berangkat dari fakta empiris itu, jika upaya rekonsiliasi hanya sebatas untuk merangkul kubu Rizieq Shihab, maka menggunakan istilah rekonsiliasi nasional sangat tidak tepat. Mungkin lebih tepat menggunakan istilah kompromi politik atau politik akomodatif.