Aksi Diam Muslim Rohingya Memperingati Kekejaman Militer Myanmar
jpnn.com, DHAKA - Pengungsi Muslim Rohingya di Bangladesh menggelar aksi diam untuk memperingati tragedi tiga tahun lalu yang memaksa mereka angkat kaki dari Myanmar.
Para pengungsi menyebut pandemi COVID-19 membuat mereka tidak dapat menggelar pertemuan massa dalam acara yang mereka sebut sebagai "Hari Peringatan" tersebut.
Lebih dari satu juta orang Rohingya kini tinggal di tempat pengungsi terbesar dunia di Bangladesh bagian selatan, dengan kecil kemungkinan kembali ke Myanmar.
Tiga tahun lalu, pemberontak Rohingya mengepung 30 pos polisi dan pangkalan militer di Rakhine, Myanmar, hingga menewaskan sedikitnya 12 anggota pasukan keamanan.
Tindakan keras militer Myanmar kemudian memaksa 730.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, bergabung dengan 200.000 orang lainnya yang sudah berada di sana.
"Kami dipaksa pergi keluar dari tanah air kami ke kamp pengungsi terbesar di dunia," kata kelompok pengungsi Rohingya dalam sebuah pernyataan.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut aksi militer tersebut dilakukan dengan maksud genosida. Sementara Myanmar menyangkal tuduhan itu dengan mengatakan bahwa mereka melakukan aksi yang legal melawan pemberontak Rohingya.
Myanmar juga menyebut bahwa sebaliknya, pemberontak Rohingya itulah yang bertanggung jawab atas sebagian besar kekerasan, termasuk membumihanguskan desa-desa.