Aktivis Myanmar Bersumpah Terus Demo saat Libur Tahun Baru
Kudeta yang dilakukan kelompok militer pada 1 Februari telah menjerumuskan Myanmar ke dalam krisis setelah 10 tahun langkah tentatif menuju demokrasi ketika militer mundur dari politik dan memungkinkan Aung San Suu Kyi untuk membentuk pemerintahan setelah partainya memenangi pemilu 2015.
Kelompok militer mengatakan pihaknya harus menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi karena pemilu November yang dimenangkan lagi oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) telah dicurangi. Namun, komisi pemilihan Myanmar telah menepis tuduhan kelompok militer tersebut.
Kudeta tersebut telah memicu protes harian yang dilakukan oleh para penentang pemerintahan militer. Namun, para demonstran itu harus membayar dengan harga yang mahal, di mana pasukan keamanan Myanmar telah membunuh 710 pengunjuk rasa, menurut penghitungan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Angka itu termasuk 82 orang yang tewas di kota Bago, sekitar 70 kilometer di timur laut Yangon, pada Jumat (9/4).
Rincian mengenai tindak kekerasan oleh pasukan keamanan sulit diverifikasi karena pembatasan sambungan internet dan layanan data seluler secara luas yang diterapkan junta.
Namun, juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Suu Kyi, 75 tahun, yang memimpin perjuangan Myanmar melawan kekuasaan militer selama beberapa dekade dan yang memenangi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991, telah ditahan sejak kudeta tersebut dan didakwa dengan berbagai pelanggaran.
Pelanggaran yang dituduhkan terhadap Suu Kyi termasuk tindakan melanggar aturan rahasia resmi negara, yang berlaku pada masa kolonial, yang dapat membuatnya dipenjara selama 14 tahun.