Aktivis PMKRI Luncurkan 9 Substansi Draf Usulan Perppu KPK
jpnn.com, JAKARTA - Sekelompok alumni dan aktivis PMKRI yang tergabung dalam Kelompok Studi Aquinas (KSA) menyelenggarakan diskusi publik pemberantasan korupsi dengan tema "Sodor Perppu, Selamatkan KPK” di Margasiswa PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10). Acara diskusi tersebut sekaligus diisi dengan peluncuran draf usulan Perppu KPK.
Sesuai rencana, draf Perppu tersebut akan disampaikan ke Presiden, baik secara langsung maupun melalui Kantor Staf Presiden dan Menkopolhukam Mahfud MD. Draf Perppu tersebut akan disampaikan juga ke pimpinan DPR RI.
Diskusi menghadirkan narasumber Prof Magnis Suseno dari STF Driyarkara, Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti, Nicky Fahrizal dari CSIS, dan Anton Doni sebagai Ketua Kelompok Studi Aquinas. Diskusi dimoderatori Tomson Silalahi selaku Sekretaris KSA.
Ketua Kelompok Studi Aquinas, Anton Doni menjelaskan draf Perppu KPK berisikan klausul-klausul dengan setidaknya 9 substansi sasaran. Pertama, mengembalikan independensi dan kekuatan KPK. Ini dilakukan dengan mengembalikan rumusan Pasal 3 yang menyatakan bahwa KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun.
Kedua, memperjelas wewenang KPK. Wewenang terkait tugas supervisi, misalnya, dibuat lebih jelas sehingga KPK berada pada posisi yang cukup kuat ketika melakukan tugas supervisi terhadap lembaga yang high profile seperti kejaksaan dan kepolisian.
Ketiga, memperjelas kewajiban KPK. Kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPR diperjelas dengan mekanisme saling klarifikasi yang jelas dan kemungkinan pemberian sanksi oleh DPR.
Keempat, membuat proporsional tata pengawasan terhadap KPK. Ada empat jenis subyek pengawasan, dan masing-masing membutuhkan mekanisme pengawasan yang berbeda. Ada pengawasan keuangan, ada pengawasan kinerja, ada pengawasan integritas politik dan ideologis, dan ada pengawasan perlindungan hak privat. Ada lembaga berbeda yang melakukan pengawasan terhadap subyek berbeda, sehingga perlu diperjelas mekanismenya.
Kelima, menempatkan Dewan Pengawas di samping, tidak superior di atas KPK. Kedudukan Dewan Pengawas yang berada di atas KPK berdasarkan Undang-Undang 19/2019 hasil revisi diubah, karena membatasi ruang gerak KPK secara berlebihan.