Aktivis PMKRI Luncurkan 9 Substansi Draf Usulan Perppu KPK
Keenam, izin penyadapan dihilangkan. Pengawasan penyadapan dilakukan pasca penyadapan, dengan mekanisme pelaporan oleh KPK dan penelusuran ketaatasasan oleh Dewan Pengawas.
Ketujuh, kasus besar diawasi penindakannya secara khusus, sehingga keadilan bisa dipastikan. Praktis persoalan prioritas penanganan kasus besar diabaikan dalam Undang-Undang hasil revisi.
Kedelapan, wewenang SP3 ditiadakan. Wewenang SP3 adalah sumber ancaman bagi integritas KPK yang memang harus ditiadakan.
Kesembilan, draf Perppu melihat bahwa pegawai KPK dapat menyandang status sebagai ASN P3K dengan status keuangan dan tunjangan khusus, sedemikian rupa sehingga tidak mudah tergoda dengan godaan-godaan suap yang melekat dengan kekuasaannya yang besar.
KSA, sebagaimana dijelaskan Anton Doni, melihat bahwa Undang-Undang hasil revisi telah melemahkan KPK dan tidak menjawab persoalan-persoalan yang diwacanakan sebagai alasan dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang KPK.
Pelemahan KPK merupakan persoalan serius karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang masih diakui oleh semua elemen bangsa termasuk DPR RI sendiri yang memproduksi UU hasil revisi.
Anehnya, di tengah pengakuan tersebut DPR masih perlu membuat suatu revisi UU yang justru memperlemah KPK. Seolah lembaga penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian sudah dapat diandalkan untuk menangani persoalan korupsi tanpa KPK yang kuat yang menantang kinerja mereka.
"Basis pendirian UU hasil revisi terlalu ilusif. Semata berangkat dari kepercayaan bahwa kejaksaan dan kepolisian akan dapat diandalkan," kata Anton Doni yang juga Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Periode 1994-1996.