Ali Ngabalin Unggah Logo Front Persatuan Islam, Kalimatnya Tajam Sekali
Sama seperti FPI, katanya, organisasi pimpinan Habib Rizieq Shihab itu dibubarkan dan dilarang kegiatannya karena bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan yang ada.
Sebagaimana penjelasan Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej sebelumnya, SKB tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga diterbitkan setelah melihat anggaran dasar FPI yang melanggar Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.
"Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kemendagri, AD/ART FPI ini kan bertentangan dengan UU Ormas. Pasal 2 UU Ormas," kata Ngabalin melalui sambungan telepon kepada JPNN.
Ngabalin juga menyoal perubahan nama FPI lama ke FPI baru yang hanya terletak pada kata "Pembela" dengan "Persatuan". Dia menilai perubahan itu tidak bisa dilepaskan dari embrio organisasi tersebut.
"Itu tidak lepas dari apa yang disebut embrio. Embrio dari perubahan nama dan bentuk dalam bentuk apa pun. Istilahnya ganti baju, ganti kulit," tegas Ngabalin.
Persoalannya, kata ketua umum Pengurus Pusat Badan Koordinasi Mubalig se-Indonesia (Bakomubin) ini, perubahan nama dan bentuk organisasi FPI baru terindikasi masih berbasis kepada tujuan dibentuknya negara khilafah.
"Kan basisnya itu basis negara khilafah Islamiyah, maka kenapa Bang Ali tulis berbasis haluan dan berbasis negara khilafah Islamiyah adalah bentuk pembangkangan terhadap kekuasaan negara, konstitusi negara yang sah dan berlaku di tanah air, itu adalah melanggar hukum dan itu harus ditindak tegas, tidak boleh ada di Republik ini. Tidak boleh ada," tutur Ngabalin menjelaskan.
Pria kelahiran Fakfak, Papua Barat ini memberi penekanan bahwa Front Persatuan Islam atau apa pun bentuknya, tidak mungkin bisa diakui di Republik ini selama tujuannya sama saja, karena itu akan melanggar UU Ormas.