Anang Famred
Oleh: Dahlan IskanSebenarnya ia hafal. Keadaan sesaat itu yang membuat ia blank, kehilangan memori.
Anang orang yang apa adanya. Tidak pernah menutup diri. Sikapnya terbuka. Tidak ada rombongan demo yang ia tolak. Pun hari itu. DPRD Lumajang didatangi pendemo kenaikan harga BBM.
Rombongan pendemo pertama dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Berlangsung sampai tengah hari. Pukul 11.30 baru bubar. Anang lantas salat zuhur. Lalu istirahat di kursi. Tertidur. Masih ada waktu.
Demo berikutnya baru jam 14.00. Dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ketika tidurnya belum lelap, Anang dibangunkan. Rombongan HMI sudah tiba. Mereka datang 1,5 jam lebih cepat dari rencana.
Anang langsung bangkit dari kursi. Ia menemui pedemo. Belum sempat makan siang.
Rombongan HMI ini sekitar 25 orang. Juga demo soal kenaikan harga BBM. Anang minta mereka masuk ruang sidang pleno DPRD. Pimpinan demo ia minta duduk di kursi pimpinan. Bersebelahan dengan Anang dan para wakil ketua.
Saat itulah pedemo mulai berteriak-teriak. Kenaikan harga BBM ini tidak sesuai dengan Pancasila. Mereka lantas meminta para pimpinan DPRD mengucapkan teks Pancasila. "Paling-paling para pimpinan ini tidak hafal," teriak mereka.
Anang pun berdiri. Mengucapkan teks Pancasila. Urutan pertama benar. Pun sampai butir ketiga. Benar semua. Ketika masuk butir keempat, teks yang diucapkan Anang tidak tepat. Pedemo teriak-teriak: salah, salah, salah.