Andai Presiden Tahu Persoalan Honorer
Demo tiga hari, jumlah honorer tidak sebanyak yang ditargetkan?
Iya benar, saya kecewa juga. Mestinya jumlahnya 50 ribu karena itu sesuai data. Namun, saya bisa paham ketika masing-masing korwil/korda melaporkan ke saya tentang keadaan di lapangan seperti apa. Banyak daerah yang diintimidasi baik oleh SKPD, kepala daerah sampai kepolisian. Saya contohkan Magelang, yang tadinya sudah pasti 10 bus, ternyata hanya diizinkan empat bus saja. Demikian juga Jabar, yang mestinya 17 ribu massa, yang datang hanya sekitar 10 ribu lantaran ada tekanan juga. Begitu juga DKI Jakarta, mendapatkan penekanan yang kuat sekali.
Apakah intimidasi juga terjadi saat aksi 15 September 2015?
Tidak ada sama sekali. Anggota saya hanya melaporkan ada larangan untuk menerjunkan massa dalam jumlah besar ke Jakarta. Mungkin ini terkait dengan aksi jihad akbar itu, jadi aparat khawatir akan ada kerusuhan. (Titi tertawa). Namun Anda lihat sendiri kan, demo nasional honorer K2 berlangsung tertib meski hati anggota sudah panas bak api dalam sekam. Paling tidak dengan sikap honorer K2 yang bisa mengendalikan diri.
Anda lihat sendiri juga bagaimana mereka histeris. Sebagai ketum, saya harus memikirkan nasib mereka semua. Masing-masing pimpinan memang punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalah. Kalau mau nuruti emosi, akan saya sulut mereka untuk menggeruduk Istana. Namun saya masih mencoba dengan cara damai. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara kekerasan dan tidak semua pimpinan yang takut dengan cara itu. Saya melihat karakter Presiden Jokowi yang hatinya lembut tapi tegas pendiriannya tidak bisa didekati dengan cara keras. Harus ada trik lain untuk menarik simpati Presiden. Mudah-mudahan dengan cara kami yang melakukan aksi demo tiga hari dengan tertib dan tidak anarkis bisa membuat Presiden terenyuh. Amien..amien..amien... (esy/jpnn)