Anggota Densus 88 Diduga Memata-matai Jampidsus Kejagung, ART Minta Pimpinan Polri Bertindak
jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha (ART) menyoroti kabar personel Densus 88 Antiteror Polri diduga memata-matai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus atau Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah, di sebuah restoran di Cipete, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.
Senator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) ini pun mengaitkan tindakan anggota Densus 88 tersebut dengan demoralisasi yang menjadi masalah serius di institusi kepolisian.
"Kerja-kerja kepolisian yang nyata eksesif, bahkan mengarah abusive, itu kuat mengindikasikan demoralisasi personel Polri," ujar Abdul Rachman melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (25/5).
Menurut dia, demoralisasi itu juga terlihat pada derasnya kritik publik dan warganet terkait perilaku brutal dan kriminalisasi jajaran Polda Jawa Barat dalam penanganan kasus pembunuhan dan perkosaan terhadap sejoli Vina dan Eky oleh geng motor di Cirebon pada 2016 yang kini mencuat lagi.
"Demoralisasi skala tinggi itu tidak bisa dicermati sebagai persoalan oknum per oknum kepolisian. Saya kini melihat penggunaan sebutan 'oknum' tak lain sebagai exit strategy oleh institusi Polri dalam rangka berlepas tangan dari berbagai perilaku tidak proporsional, tidak profesional, dan tidak prosedural yang dilakukan oleh sekian banyak anggota korps Tribrata," tuturnya.
Senator yang beken disapa dengan inisial ART itu bahkan mengatakan demoralisasi personel, bukan oknum, adalah masalah institusi Polri. "Itulah rumusan masalahnya," kata dia.
Dengan masalah sedemikian parah, katanya, niscaya pimpinan tertinggi Polri harus muncul, bekerja, dan berbicara. Terutama, terkait adanya operasi gelap terhadap Jampidsus dan institusi Kejagung.
"Spesifik, tindak-tanduk bahkan operasi gelap ke gedung dan personel Kejaksaan Agung patut ditafsirkan sebagai dua hal. Pertama, tanda-tanda kegelisahan institusi Polri terhadap kerja penegakan hukum yang tengah Kejagung lakukan," ujarnya.