Angka Stunting di Banyuasin Masih Tinggi, Bupati Butuh Policy Brief yang Inovatif
jpnn.com, BANYUASIN - Bupati Banyuasin Askolani mengungkap penyebab masih tingginya angka stunting di daerah yang dipimpinnya.
Yakni, kurangnya asupan gizi pada anak, rendahnya cakupan akses air bersih dan sanitasi, rendahnya pendidikan orang tua dan pola asuh yang salah, serta kurangnya tenaga kesehatan, terutama ahli gizi dalam memantau perkembangan balita.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting di daerah ini masih berada pada angka 22,0 dan masuk kategori kuning.
Angka ini menurun dibanding 2017 sebesar 32,8 persen. Saat itu, program penurunan prevalensi stunting mulai diimplementasikan.
Askolani menerangkan, untuk menurunkan angka prevalensi stunting tersebut, pihaknya membuat program-program pengamanan dan pencegahan stunting yang terintegrasi dan terpadu yang dilaksanakan 13 satuan kerja.
Hal tersebut dijelaskannya seusai menerima kunjungan Tim Diklat Kepemimpinan Nasional Angkatan VII Tahun 2022 Lembaga Administrasi Negara yang diwakili oleh Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Teknis dan Sosial Kultural Aparatur Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara Caca Syahroni pada Senin (13/6).
"Strategi percepatan pencegahan stunting dilakukan dengan melaksanakan intervensi gizi spesifik oleh Dinas Kesehatan dan intervensi gizi sensitif oleh Dinas Pendidikan, Perkintan, Sosial, Pangan, KBPPPA, PMD, Perikanan, Pertanian, DLH, Capil, Kominfo dan Bappeda," ucapnya.
Diketahui, Kabupaten Banyuasin merupakan daerah rawa dengan sungai besar dan kecil yang cukup banyak sehingga masyarakat banyak yang tinggal di sekitar sungai dan membuang air besar langsung ke sungai.