Ansy Lema Gelar Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan Saat Reses Hari Pertama
“Siapa yang mengatakan bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila menjadi ekasila? Ini pandangan yang sembrono. Pancasila adalah ideologi negara, sumber dari segala hukum. Dalam hierarki hukum ketatanegaraan, kedudukan ideologi Pancasila adalah paling tinggi. Di bawahnya baru Konstitusi dan Undang-Undang. Bagaimana mungkin Pancasila bisa diubah melalui RUU HIP? UU tidak bisa mengubah dasar negara Pancasila,” ujar Ansy.
Ketiga pilar UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika juga sangat penting dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Dalam UUD 1945 terkandung tujuan negara Indonesia merdeka, yakni pemerdekaan dari kemiskinan, kebodohan, dan ketimpangan menuju terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan.
Indonesia adalah negara ribuan pulau yang disatukan secara integral dalam bangunan NKRI sebagai satu bagian integral. Karena itu pembangunan nasional tidak hanya memberikan jaminan rasa aman, tetapi kemakmuran dan keadilan bagi seluruh Indonesia.
“Karena itu realitas Indonesia yang plural dan multikultural harus senantiasa menjadi aset berharga yang harus dilestarikan. Pilar Bhineka Tunggal Ika harus mendesak kita untuk menjadikan perbedaan sebagai ajang yang merekatkan, bukan meretakkan. Mari terus hidupkan semangat Sumpah Pemuda 1928, di mana para pemuda berkomitmen menyatukan kebhinekaan dalam harmoni kebangsaan. Berbeda dalam persatuan, bersatu dalam perbedaan,” lanjut Ansy.
Politikus muda PDI Perjuangan tersebut mengingatkan bahaya radikalisme dan intoleransi terhadap keutuhan NKRI. Menurut Ansy, survei menunjukkan adanya perkembangan warga negara Indonesia yang terpapar radikalisme dan intoleransi. Tidak hanya menyasar masyarakat bawah, agenda radikalisme juga telah bersarang di kalangan masyarakat terpelajar, termasuk dunia kampus.
“Radikalisme kini telah menyerang kaum terpelajar, termasuk dunia kampus. Survei Setara Institute tahun 2019 menemukan banyak dosen-mahasiswa 10 perguruan tinggi negeri terkemuka terpapar radikalisme. Survei UIN Jakarta menyebut 33 persen guru setuju diadakan perang untuk pendirian negara Islam. Bahkan, survei mencatat radikalisme dan penolakan kepada Pancasila beredar di kalangan PNS dan TNI, yakni 19,4 persen PNS (2017), dan 3 persen TNI (2019),” tambahnya.
Oleh karena itu, mantan dosen ini mengajak para mahasiswa untuk menjaga Pancasila dari ancaman sekaligus mewujudkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, penyebaran radikalisme cenderung lebih mudah menyasar para pemuda ataupun para pelajar. Maka perlu ada upaya mewujudkan “Kampus Pancasila”, yakni ekosistem pendidikan kampus yang mengintegrasikan pengajaran Pancasila dalam pembelajaran di kelas maupun praktik di luar.
Pancasila Dalam Tindakan di Era Pandemi Covid-19