Ansy Lema Minta Kementan Fokus Penanganan Covid-19 di Sektor Pangan
Begitu pula di Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDM), Ansy menyoal urgensi program tugas belajar S2 dan S3 di saat krisis yang menelan anggaran Rp 20 miliar.
Program ini belum urgen untuk dilakukan saat ini. Seharusnya program ini dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19.
“Demikan pula rencana program Sekolah Lapang Tani di BPPSDM untuk mendukung penguatan daya tahan tubuh sebesar Rp 32,8 miliar. Apa tujuan program ini, dan di mana aspek mendesaknya?” Tanya Ansy.
“Saya justru menilai, program Pelatihan bagi Penyuluh, Petugas dan Petani sebesar Rp 71,8 miliar lebih penting dan masuk akal, ketimbang program Sekolah Lapang.”
Mantan Dosen itu menegaskan bahwa jaring pengaman sosial (social safety net) adalah program operasional untuk membantu rakyat miskin yang mengalami dampak krisis.
Oleh karena itu, bantuan yang diberikan harus bisa langsung dimanfaatkan. Karena itu, program Padat Karya dalam jaring pengaman sosial Kementan harus menghasilkan uang dan produk secaracepat dan langsung oleh rakyat (Quick Yielding Sallary and Commodity).
“Skema Padat Karya Kementan harus cepat menghasilkan, terutama membantu para petani atau masyarakat terdampak Covid-19. Artinya, diberikan sekarang, langsung bisa dimanfaatkan. Selain itu, Padat Karya harus sebanyak mungkin menyerap tenaga kerja, termasuk kemungkinan sektor informal yang terdampak pandemi,” tambah Ansy.
Akhirnya, Ansy meminta Kementan secara khusus memberikan perhatian serius terhadap kasus Flu Babi Afrika dan kasus Gagal Tanam yang terjadi di sejumlah wilayah di NTT.