'Apakah Anda Puas dengan Pelayanan Kami?' tanya Nunei
Perjalanan kapal ini selalu diminati dan ditunggu calon penumpang baik dari Indonesia, serta negara dari benua Asia, Australia, Eropa, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Tim di Sapphire Princess benar-benar profesional. Tahu betul keinginan penumpang dan cara memanjakannya.
Tak heran, biaya satu kali perjalanan dengan lama enam hari (pergi pulang dari Singapura, Malaysia, Thailand) sekitar Rp 9 juta per orang bukan halangan bagi penumpang. Itu seimbang dengan sensasi, dan pengalaman yang didapat selama perjalanan.
Selama enam hari perjalanan ini, setidaknya Sapphire Princess bisa meraup uang antara Rp 21 miliar sampai Rp 30 miliar dari 3.000 penumpang. Angka yang cukup luar biasa. Jika 27 kali perjalanan, dimana satu perjalanan selama enam hari, total 162 hari atau lima bulan lebih, maka Sapphire Princess bisa mendulang Rp 810 miliar.
Dana tersebut setara dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batam sebesar Rp 810 miliar selama setahun. Sapphire Princess mendapatkan itu semua lebih cepat, hanya lima bulan. Itu semua didapat dengan cara memberikan kenyaman dan kebahagiaan. Batam dan kota, kabupaten, dan provinsi di Indonesia pada umumnya, bisa mendapatkan PAD lebih besar, jika sungguh-sungguh, profesional, penuh semangat, diiringi cinta kasih dalam mengelola dan menjual berbagai potensi, paket wisata, dan lainnya.
Kebahagiaan, perhatian, kebanggan, dan cinta kasih pulalah yang selalu diberikan Nunai, dan Merian, dua karyawan restoran kapal asal Filipina, serta Dwi asal Jakarta, kepada penumpang. Seperti kepada penumpang lain, mereka selalu menanyakan,”Apakah Anda senang dan puas dengan pelayanan kami,” tanya Nunei, Marian, ataupun Dwi tulus.
Kalimat itu sudah menjadi “merek dagang” dan selalu diucapkan, untuk memastikan apa yang mereka lakukan dan berikan telah sesuai dengan keinginan penumpang.
Bukan hanya memberikan menu dan mengantarkan pesanan kami. Mereka juga mengajak bercerita, menjadikan kami (penumpang) sebagai kawan, di sela-sela pekerjaan rutinnya menuang air es, atau air putih ke dalam gelas kami.
Merian bercerita bahwa di kapal ini para kokinya dari berbagai negara, dan mereka ahli menyajikan aneka makanan, yang kadang tidak kita jumpai di darat. Mulai dari Eropa, Tiongkok, Jepang, Filipina, negara asia lainnya, termasuk Indonesia.