Apen Bayeren, Atraksi Langka dari Biak, Berjalan di Atas Batu yang Dibakar
Kehidupan keluarga Tete Frans dan Korinus Arwam juga sangat sederhana. Saat berbincang-bincang mengenai sejarah Apen Bayeren, Cenderawasih Pos didampingi Kepala Kampung Bosnabraidi, Yonas Rumbrawer dan Dance Warnares salah seorang pegawai di Dinas pariwisata Kabupaten Biak Numfor.
Berkat bantuan Yonas Rumbrawer dan Dance Warnares, Cenderawasih Pos akhirnya bisa berbincang-bincag dengan Tete Frans dan Korinus Arwam yang hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa daerah Byak. “Kami merupakan generasi keempat dan kelima dari keluarga kami yang melestarikan budaya ini,” ucap Tete Frans didampingi Korinus Arwam.
Atraksi Apen Bayeren ini menurut Tete Frans bermula dari adanya kegiatan atau pesta adat yang dilakukan keluarganya. Dalam kegiatan atau acara adat tersebut, nenek moyang keluarga mereka kemudian mempersiapkan barapen atau bakar batu yang merupakan ritual memasak bersama-sama warga satu kampung untuk kegiatan syukuran atau pesta adat. “Kalau sekali bikin barepen luasnya bisa 3 x 5 meter,” ungkap Tete Frans.
Menurut Tete Frans, luasnya area atau tempat barapen menyulitkan kaum pria dari leluhurnya untuk mengambil batu panas yang sudah dibakar khususnya yang berada di tengah. “Karena kesulitan ambil batu yang di tengah, saat itu leluhur kami dikenalkan dengan daun Sindia. Daun ini yang diminta dioleskan di kaki supaya tidak rasa panas, sehingga leluhur kami bisa berjalan di atas batu yang panas tanpa merasa sakit atau kaki melepuh karena panas,” ujarnya.(ismail/cenderawasih pos)