Aturan Baru BPJS Kesehatan, Timboel: Mereka gak Jujur
jpnn.com, JAKARTA - Tiga aturan baru BPJS Kesehatan hingga saat ini masih menjadi polemik. BPJS Watch mendorong agar pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan kontroversi terbitnya tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdiyan) itu.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan sekarang BPJS Kesehatan menjadi regulator dan menunjukkan sikap perlawanan. Salah satu yang dilawan adalah Kemenkes yang sebelumnya memerintahkan untuk menunda pelaksanaan aturan baru BPJS Kesehatan itu.
”Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes pada 18 Juli lalu sudah minta tiga aturan tersebut ditunda. Eh.. direksi menolaknya dengan terus memberlakukan,” katanya, Minggu (29/7).
Timboel menilai jika memang direksi BPJS Kesehatan ingin melakukan efisiensi, seharusnya tidak menimbulkan persoalan di lapangan. ”Saya kira IDI (ikatan dokter Indonesia, Red), asosiasi dokter spesialisi, asosiasi RS sampai DJSN (minta aturan dicabut) dan Kemenkes yang meminta ketiga perdiryan tersebut ditunda, pasti mereka sudah punya alasan kuat untuk memintanya. Saya yakin, faktanya lembaga tersebut memastikan ada masalah di lapangan bila ketiga aturan itu dilaksanakan,” ujar Timboel.
Dia meminta agar kebijakan yang dilaksanakan tidak berdasar pada ego masing-masing. Para pemangku kebijakan tentang kesehatan seharusnya memperhatikan dampak yang tidak merugikan rakyat. ”Duduk bareng dong, jangan merasa benar sendiri,” ucapnya.
Timboel mengingatkan akan salah satu tugas BPJS Kesehatan adalah menarik iuran dari peserta. Nyatanya, hingga 31 Mei lalu, iuran yang belum ditarik menurut catatan BPJS Watch besarnya mencapai Rp 3, 4 triliun. ”Coba deh tugas ini diselesaikan dulu. Kalau tugas ini berhasil dilakukan maka defisit bisa diturunkan,” ungkapnya.
Masalah lainnya adalah direksi dianggap tidak mau mendorong pemerintah agar memberikan suntikan dana yang lebih besar. Opsi lainnya adalah menaikan iuran yang seharusnya diberlakukan selama dua tahun sekali. BPJS Watch menilai standar iuran untuk pelayanan kelas tiga adalah Rp 36.000. Kenyataannya, iuran yang diberlakukan sekarang adalah Rp 25.0000.
”Itu saya dorong juga tapi Direksi mau teriak soal itu tidak? Mereka cari aman aja. Saya nilai mereka nggak jujur,” ungkapnya.