AWAS!!! Perdagangan Anak Berkedok Adopsi
“Untuk mengatasi hal tersebut maka sebaiknya dilakukan upaya perlindungan terhadap korban trafficking anak namun banyak tantangannya. Untuk menuntaskannya, ini semua akibat kompleksitas permasalahan karena perdagangan manusia khususnya anak beirisan dengan berbagai aspek kehidupan” ujar Darmayanti Lubis.
Oleh karena, menurutnya, diperlukan kesadaran dan peran serta seluruh masyarakat, penyelenggara negara dan aparat penegak hukum. Selama ini masalah trafficking dan eksploitasi anak hanya berfokus pada masalah yang sudah terjadi dan penyelesaian terhadap penanganan kasus. Sementara upaya pencegahan dan pemenuhan terhadap hak anak masih kurang.
Darmayanti Lubis berharap segala upaya pemerintah selama ini bisa dilanjutkan dan diimplementasikan secara optimal. Seperti diketahui Pemerintah telah melakukan beberapa hal diantaranya: Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak (Kepres No. 88/2002), Melakukan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), pembentukkan Pusat Pelayanan Terpadu (PP No. 9 Tahun 2008 tentang tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu bagi saksi atau korban Tindak Pidana Perdagangan Orang), pembentukkan Gugus Tugas PTPPO terdiri dari berbagai elemen pemerintah dan masyarakat (PERPRES No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO), mengeluarkan Peraturan Menteri Negara pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Panduan Pembentukan dan Penguatan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Anak, dan Peraturan Menteri Negara pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2012 tentang Panduan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Berbasis Masyarakat dan Komunitas.
“Persoalannya adalah, ketersediaan regulasi tersebut belum diikuti dengan penegakan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang, Selama ini aparat penegak hukum lebih banyak menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjerat pelaku perdagangan manusia (trafficking) yang jaringannya semakin menggurita yang hukumannya sangat ringan dan tidak membuat efek jera bagi para pelaku. Data Bareskrim POLRI yang berasal dari seluruh Polda di Indonesia pada tahun 2007-2013 tercatat ada 267 kasus perdagangan orang yang diproses sebanyak 137 kasus, P21 sebanyak 120 dan yang di SP3 sebanyak 10 kasus. Sebagian kasus trafficking hanya 50 persen (persen) kasusnya yang diproses oleh jaksa penuntut umum (JPU),” tandas Prof Dr Darmayanti Lubis
Selain itu, menurut Darmayanti Lubis, lemahnya Penegak Hukum terhadap para pelaku tindak pidana perdagangan orang diantaranya adalah melibatkan banyak pihak seperti pihak kepolisian di lokasi korban ditemukan. Selain itu, proses Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) memerlukan waktu yang cukup panjang dan rata-rata korbannya berpendidikan rendah sehingga dalam pemeriksaannya harus berulang-ulang dan banyaknya kasus trafficking yang belum tersentuh hukum karena keluarga korban tidak kooperatif dalam memberikan informasi mengenai pelaku, bahkan mereka cenderung melindungi pelaku.
“Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan baik secara kelembagaan maupun perserorangan yang dapat dimulai dari orang tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah. Harus dilakukan bersama-sama untuk menyadarkan para pihak yang berpotensi terjadinya tindak pidana perdagangan orang,” katanya.(adv/jpnn)