Ayo, Perkuat Solidaritas Sosial
Oleh: Hasanuddin Wahid, Sekjen DPP PKB, Anggota Komisi X DPR RITeori solidaritas sosial Durkheim pada dasarnya merupakan tanggapan terhadap Herbert Spencer, Sumner Maine dan Ferdinant Tönnies, yang mengatakan bahwa makin banyak orang individualistis, solidaritas tidak akan ada dalam masyarakat modern (Durkheim, 1984).
Meskipun gagasan Durkheim tentang solidaritas sosial penuh dengan kritik, dalam banyak kesempatan itu dipandang bermanfaat, terutama mengenai diskusi-diskusi sosial solidaritas dalam situasi bencana alam. Durkheim terlihat memberikan landasan diskusi solidaritas sosial dalam bencana.
Ini berlaku di pandangan Durkheim tentang solidaritas sosial dalam situasi kacau sebagai bencana, seperti yang dia tunjukkan dalam teorinya tentang ketidakstabilan ekstrim. Baginya, ketidakstabilan ekstrim, seperti dalam kejahatan, kekerasan, dan bencana, dapat mendorong orang untuk bekerja sama satu sama lain untuk menormalkan situasi..
Pergolakan dapat memicu masyarakat untuk memperjuangkan situasi yang seimbang kembali mendorong mereka untuk berbagi tanggung jawab, disebut solidaritas sosial. Durkheim percaya bahwa masyarakat akan menemukan perekat sosialnya untuk terlibat satu dan lain.
Mengonfirmasi Durkheim, Lynn Letukas, Anna Olofsson, dan John Barnshaw penelitian (2009) tentang pelaporan media di Amerika Serikat dan Swedia menegaskan bahwa dalam situasi bencana alam solidaritas sosial menguat di daerah di mana orang-orang yang terdampak bencana bersedia membantu mereka yang terkena dampak.
Jika Durkheim melihat solidaritas sosial sebagai hasil dari praktik keagamaan, Saba Mahmood (2005) melihat bahwa solidaritas sosial itu sendiri pun dapat dianggap sesuatu yang religius oleh masyarakat.
Dalam kacamata Mahmood itu kita dapat memahami mengapa umat manusia menanggapi bencana atau pandemi seperti Covid-19 sebagai cobaan Yang Ilahi yang mesti direspons pula secara rohani melalui sikap tobat dan berbuat amal, termasuk melakukan aksi solidaritas sosial.
Kita Bangsa yang Solider