Bagi Trump, Membantu Palestina Adalah Perbuatan Sia-Sia
’’Keputusan itu berdasar hasil tinjauan terbaru kami,’’ ujar pejabat Deplu AS kepada Reuters. Sayangnya, dia tidak memberikan keterangan lebih terperinci. Dia hanya menyebut Trump sebagai pengambil keputusan.
Dihentikannya bantuan itu jelas membuat Palestina kian terpuruk. Apalagi, enam rumah sakit yang terdampak kebijakan AS tersebut merupakan rumah sakit rujukan. Semua pasien yang ditampung di enam rumah sakit itu mengidap penyakit berat.
WHO menyatakan bahwa warga Palestina yang dirujuk ke enam rumah sakit itu bisa mendapatkan perawatan intensif. Sebab, hanya di enam rumah sakit itulah mereka bisa menjalani operasi jantung.
Di sana juga ada unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir, fasilitas terapi radiasi, dan cuci darah. Fasilitas-fasilitas itu tidak tersedia di rumah sakit-rumah sakit Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Ahmad Shami, jubir Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengecam AS atas kebijakan tersebut. Menurut dia, langkah AS itu sama sekali tidak mencerminkan upaya damai. ”Kejam dan tidak bermoral,” tegasnya.
Secara terpisah, Hanan Ashrawi, pejabat Palestine Liberation Organization (PLO), juga memprotes AS. ’’Pemerasan atas nama politik ini jelas bertentangan dengan perikemanusiaan dan moral,’’ ujarnya.
Tapi, AS bergeming. Bagi Trump, bantuan untuk Palestina adalah sesuatu yang sia-sia. Sebab, pengeluaran dalam jumlah besar itu tidak menguntungkan.
Sampai sekarang pun, Palestina masih enggan kembali ke meja perundingan damai dua negara yang diprakarsai AS. Palestina juga tidak percaya pada Jared Kushner, menantu Trump, yang dipasrahi mendamaikan Israel-Palestina.