Bamsoet Dorong MPR Kembali Memiliki Kewenangan Subyektif Superlatif
jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan perlunya mengembalikan kewenangan MPR RI menggunakan kewenangan subjektif superlatif sebagai lembaga tertinggi negara.
Kewenangan subjektif superlatif penting berada di MPR jika negara dihadapkan pada situasi kebuntuan politik antarlembaga negara atau antar cabang kekuasaan.
"Indonesia perlu segera menyiapkan langkah-langkah antisipasi terjadinya situasi darurat konstitusi atau kedarutan. Di mana konstitusi tidak dapat lagi terlaksana," ujar Bamsoet dalam acara podcast Pembaharuan Hukum Nasional bersama Direktur Pascasarjana/Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof. Dr. Faisal Santiago, di Jakarta, Kamis (27/7).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan misalnya, ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR atau jika terjadi kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR dengan lembaga Mahkamah Konstitusi.
Jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK.
Padahal sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara.
"Menurut saya, TAP MPR merupakan salah satu solusi manakala terjadi kebuntuan konstitusi dan kedaruratan atau kegentingan yang memaksa, seperti halnya Presiden yang memiliki kewenangan PERPPU manakala terjadi kedaruratan atau kegentingan yang memaksa," ujar Bamsoet.
Dis mengingatkan tentang kekhawatiran yang pernah disampaikan oleh Ahli Hukum Tata Negara Profesor Yusril Ihza Mahendra tentang perlunya Indonesia memikirkan tata cara pengisian jabatan publik melalui pemilihan umum karena suatu kedaruratan penyelenggaraan Pemilu ditunda.