Bamsoet: Pilkada Serentak 2020 Harus Terapkan Protokol Kesehatan
jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai selain menguji ketahanan kesehatan, sosial, dan ekonomi, pandemi COVID-19 juga turut menguji ketahanan demokrasi.
Di satu sisi, hak konstitusional warga tak boleh dicederai oleh pandemi, disisi lain pelaksanaan pemilihan juga tak boleh menjadi kluster baru bagi penyebaran virus Covid-19.
Karena itu, dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 terhadap 270 daerah yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, protokol kesehatan mutlak diberlakukan tanpa kompromi.
"Dari segi kandidat dan partai politik pendukung, dituntut untuk semakin bijak dalam berkampanye. Dari semula mengandalkan besarnya kerumunan massa, diubah menjadi mengandalkan platform teknologi informasi. Dari semula mengedepankan jargon dan hiburan, menjadi mengandalkan ide dan gagasan," ujar Bamsoet saat mengisi Webinar 'Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi COVID-19' yang diselenggarakan Universitas Krisnadwipayana, dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (6/8/20).
Turut serta antara lain Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Satya Arinanto, Hakim Agung periode 2011-2016 Gayus Lumbun, dan Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana Drs. Muchtar.
Mantan Ketua DPR RI ini menambahkan, KPU sebagai penyelenggara Pilkada juga telah berkomitmen mengedepankan protokol kesehatan.
Antara lain melalui pemberlakuan rapid test atau Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) bagi petugas terkait (KPU, PPK, PPS), penggunaan alat pelindung diri, penyediaan sarana sanitasi, pengecekan kondisi suhu tubuh, pengaturan menjaga jarak, pengaturan larangan berkerumun dan beberapa penerapan protokol kesehatan lainnya.
"Selain untuk meneguhkan demokrasi, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tak bisa ditunda ke tahun 2021. Karena bisa terjadi kemubaziran anggaran 2020 yang telah dicairkan mencapai Rp4 triliun. Penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi tak hanya dilakukan Indonesia, negara dunia lainnya pun mau tak mau harus melakukan hal serupa. Seperti Prancis, Jerman, Polandia, Israel, Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, hingga Bangladesh," terang Bamsoet.