Bamsoet: PPHN Bintang Penunjuk Arah Pembangunan Nasional
Dalam implementasinya, menurut Bamsoet, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut ternyata menyisakan beragam persoalan.
Selain kecenderungan bersifat eksekutif sentris, juga memungkinkan RPJPN dilaksanakan tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan serta tidak sinerginya perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah.
“Inkonsistensi arah dan kebijakan pembangunan antara jenjang nasional dan daerah juga berpotensi menghasilkan program pembangunan yang bukan saja tidak saling mendukung, tetapi juga bisa saling menegasikan satu sama lain," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan agar MPR RI memiliki kewenangan menetapkan PPHN, terlebih dahulu harus dilakukan amandemen terbatas terhadap konstitusi. Khususnya berkaitan dengan dua pasal dalam konstitusi. Antara lain penambahan ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Serta penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh Presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.
Idealnya, menurut Bamsoet, substansi PPHN harus dapat menggambarkan wajah Indonesia untuk 50 bahkan 100 tahun yang akan datang. Mampu menjawab kebutuhan Indonesia di era milenial yang sangat dipengaruhi revolusi industri 4.0 dan era society 5.0 mampu memberikan arahan untuk menjawab tantangan Pembangunan Berkelanjutan.
“Juga mampu menggambarkan megatrend dunia yang meliputi kemajuan teknologi, dinamika geopolitik dan geoekonomi global, demografi dunia, urbanisasi global, perdagangan internasional, keuangan global, persaingan sumber daya alam dan perubahan iklim, yang semuanya akan berpengaruh pada pembangunan Indonesia," papar Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara ini menambahkan, amandemen terbatas tersebut tidak akan membuka kotak pandora. Misalnya menambah batasan masa jabatan presiden dan wakil presiden maupun mengembalikan pemilihan presiden-wakil presiden kepada MPR RI.
Sebab, Pasal 37 Konstitusi telah mengatur secara rigid dan tegas mengenai mekanisme usul perubahan Konstitusi, yang tidak dapat dilakukan secara serta merta.