Banyak Program Macet, Kepemimpinan Menteri Teten Dipertanyakan
Menurut dia, Menteri Teten menjanjikan bahwa UMKM bisa menerima KUR sebesar 500 juta/UMKM dengan bunga tahunan 6%. Tetapi di waktu yang sama, Teten mengeluhkan mekanisme pencairan dana yang harus menggunakan surat agunan.
"Lho, ya harusnya masalah-masalah teknis begitu segera diambil jalan keluar dengan permen, kepmen atau apapun diskresi seorang menteri. Bukan hanya menganalisis dan mengungkapkan masalah”, sanggah Abi Rekso.
Ketiga, adalah persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100% UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat.
Karena digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), namun juga daya kemampuan SDM (human resource). Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani.
“Saya mengutip pernyataan Pak Teten, bahwa baru 13% (64 juta entitas) UMKM yang terdigitalisasi. Artinya masih ada 87% yang konvensional. Dalam pandemik seperti ini kan gak mungkin nunggu sampai 100%. Harusnya Menteri Teten tidak menunggu semua harus melek digital. Justru rakyat paling rentan, mereka yang jauh dari fasilitas digital. Harusnya Pak Menteri berfikir kearah sana”. Tegas Deputi Kajian SAS Institute.
Abi Rekso juga menjelaskan bahwa SAS Institute selama punya konsern pada isu-isu koperasi dan usaha kecil mikro. Dirinya juga menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan UMKM, untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Karena organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran. (dil/jpnn)