Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Batu Akik Itu Bukan Beras yang Dibutuhkan Terus

Senin, 30 November 2015 – 05:26 WIB
Batu Akik Itu Bukan Beras yang Dibutuhkan Terus - JPNN.COM
Bisnis batu akik mulai sepi. Foto ilustrasi.dok.JPNN

“Sekarang, sudah syukur kalau laku Rp 200 ribu sehari,” kata Ajis, salah satu pedagang yang mengaku sudah jarang membuka lapaknya karena sepi pembeli, saat ditemui di Paddy’s Market, kemarin. Ia mengaku bingung karena mau ditutup modal belum kembali, sedangkan untuk bertahan juga sudah susah karena sudah jarang orang datang. Alih-alih membeli, melihat saja sudah sangat jarang yang datang.

Dia mengaku, hampir setahun bergelut usaha batu akik. Saat pengunjung ramai, dalam sehari dia mampu mengumpulkan omzet hingga 5 sampai 10 juta sehari. Tetapi, seiring waktu, omzet penjualannya terus merosot, hingga dirinya mulai berpikir untuk menutup usahanya.

"Dulu sampai kita tidak tidur kerja pesanan, kita tetap semangat karena harganya masih mahal, sekarang sudah turunpun orang sudah jarang memesan," kisahnya.

Jika direfleksi, penjualan batu akik merajai pasar pada Maret hingga Juli 2015. Saat itu kompleks akik di Kota Kendari masih dipusatkan di area Eks MTQ. Pedagangnya berasal dari berbagai daerah mulai dari Jawa Sumatra dan Sulawesi Selatan yang berbaur dengan pedagang lokal.

Demikian juga dengan batu yang diolah, selain dari luar daerah, batu lokal Sultra pun kerap menjadi incaran para peminat. Sebut saja Batu Ereke, Batu Maligano dan Batu aspal dari Buton yang berwarna hitam pekat, tapi bersinar hijau saat disenter.

Setiap harinya, pedagang mulai membuka lapak pukul 08.00 pagi hingga 12.00. Sepanjang hari itu pengrajin terus menggenggem gerinda untuk mengolah bongkahan menjadi cincin dan kemudian dibanderol dengan harga cukup tinggi bahkan mencapai puluhan juta. Tak jarang para pecinta batu permata itu menjadi penyebab kemacetan jalan raya.

Tidak hanya itu, banyak warga yang juga mencoba kerajinan itu di rumah. Mereka membeli batu bongkahan dan mengerjakannya sendiri. Apalagi caranya pun terbilang tidak terlalu sulit.             

Namun keadaan itu mulai berubah memasuki Ramadhan kemarin, pasar akik yang pernah tren hingga di kalangan pejabat ini mulai menurun. Pemindahan pedagang dari Sentra MTQ menuju Pasar PKL menjadi moment tak mengenakan para pedagang. Tak ayal, demi tetap mempertahankan pasarannya, para pedagang mulai berpencar, ada yang menuruti arahan pemerintah untuk berjualan di Pasar PKL, adapula yang memilih membangun lapak tunggal di lokasi tertentu. Sayangnya, cara ini tetap tak bisa mempertahankan kilau batu akik dimata masyarakat.

AWAL 2015, begitu semarak perburuan berbagai jenis batu akik, termasuk di Sulawesi Utara. Demam batu akik meluas. Pedagang meraup banyak untung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close