Bawaslu: Pendidikan Politik Penting untuk Hindari Masyarakat dari Polarisasi
Di sisi lain, kekecauan tersebut tentunya akan menurunkan partisipasi masyarakat di pemilihan 2024.
"Tujuannya untuk mencari keuntungan di situasi yang kacau untuk menumbuhkan dan menurunkan partisapasi, keyakinan, pendukung pasangan calon lain,” jelas anggota Bawaslu dua periode ini.
Bagja mengatakan, dengan cara-cara tersebut akan merusak tatanan demokrasi yang jujur dan adil.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya pencegahan yang dilakukan untuk menekan praktik-praktik ‘kampanye hitam’.
Apalagi saat ini perkembangan teknologi atau media sosial begitu massif.
“Ini terbukti pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019,” ujar mantan Wakil Sekretaris Umum PTKP HMI Cabang Depok (2001-2003) ini.
Mantan Ketua Umum PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Utrecht ini menyampaikan, polarisasi akan menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Parahnya lagi, akan mengancam keamanan dan disintegrasi.
“Bahkan hal tersebut mengancam keamanan dan disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Bagja.
Bagja melihat pada Pemilu 2024, kerja sama antara Bawaslu, KPU, pemerintah dan masyarakat sipil seperti Cek Fakta, untuk menurunkan tensi dan politiasi SARA di media sosial dan berhasil dilakukan.