BBM Naik, Buruh-DPRD Sepakat Revisi UMP
Kemarin (21/11) dia justru menyatakan UMP tidak bisa ditinjau ulang karena telah ditetapkan dan dituangkan melalui SK Gubernur. Konsekuensinya, tetap diberlakukan mulai Januari 2015.
"Itu (UMP, red) tidak bisa ditinjau ulang lagi. Kan sudah ditetapkan bersama dewan pengupahan dan instansi terkait lainnya," ujar Syofyan.
Menurutnya, sebelum UMP ditetapkan sudah dilakukan survei komponen kebutuhan hidup layak (KHL) seluruh daerah di Sumbar. Berdasarkan hasil kajian itu, didapatkan angka KHL terendah di Pessel dan dilakukan pembahasan bersama tim dan lembaga terkait, ditetapkan besarannya Rp 1.615.000.
Syofyan menegaskan, UMP hanya diberlakukan untuk para buruh yang sudah bekerja dari 0-1 tahun. Sedangkan lebih dari setahun, diputuskan berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara pihak perusahaan dan buruh.
Pernyataan Syofyan langsung menuai protes dari sejumlah anggota DPRD Sumbar. "Itu adalah suatu pernyataan yang keliru. Tidak ada yang tidak bisa direvisi di atas dunia ini, kecuali Al Quran dan Hadis. Bahkan UU atau aturan hukum yang lebih tinggi pun bisa direvisi," tegas Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar Hidayat.
Menurut Hidayat, dampak kenaikan BBM tidak hanya berpengaruh pada banyak sektor. Karena itu, besaran UMP Rp 1,615 juta yang sebelumnya telah ditetapkan gubernur tidak sesuai lagi dengan kondisi harga kebutuhan pokok yang sudah mahal dan biaya transportasi yang naik saat ini.
"Pemprov seharusnya juga manusiawi dalam mempertimbangkan hal itu. Karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," tegasnya.
Ketua DPD Hanura Sumbar M Tauhid menilai, sudah saatnya dilakukan peninjauan besaran UMP yang telah ditetapkan. Mantan anggota DPRD Sumbar tersebut juga akan menyerukan fraksinya di DPRD Sumbar betul-betul memperjuangkan hak butuh tersebut.