Begini Respons Demokrat atas Ajakan Boikot Pilpres dari Gerindra
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat (PD) Didi Irawadi Syamsudin merespons pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono, yang menyerukan masyarakat Indonesia memboikot Pilpres 2019.
Ajakan boikot itu sebagai bentuk kekecewaan terhadap keputusan paripurna DPR yang mengesahkan pasal yang mengatur presidential threshold (PT) 20-25 persen di Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Saya kira keresahan yang ditimbulkan akibat putusan paripurna DPR yang tidak konstitusional tersebut bisa dimengerti dan dipahami. Keresahan ini juga dirasakan oleh masyarakat luas," kata Didi menjawab JPNN.com, Sabtu (22/7).
Didi mengatakan, keputusan DPR menyetujui PT 20-25 persen bertentangan konstitusi dan akal sehat. Karena itu, kata Didi, mengingat banyak pihak termasuk PD yang kecewa atas keputusan DPR yang ilegal dan bertentangan dengan konstitusi ini, maka bisa dipastikan akan terjadi hujan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Terutama dari pihak-pihak yang memahami dan berlandaskan akal sehat melihat hasil keputusan DPR tersebut," ujar mantan anggota Komisi III DPR itu.
Didi menegaskan yang perlu diingat pula bahwa Pilpres 2019 merupakan pemilu serentak untuk memilih presiden dan anggota legislatif. Menurut dia, tidak mungkin ambang batas pemilu legislatif tahun 2014 dipakai dua kali atau digunakan lagi untuk tahun 2019.
"Analoginya kalau orang nonton bioskop, tidaklah mungkin karcis yang sudah disobek dipakai untuk nonton dua kali," kata Didi.
Dia menambahkan, semua pihak juga tidak akan pernah tahu jumlah suara akan diperoleh masing-masing partai pada 2019. Tentu bisa lebih besar, bisa lebih kecil. Bahkan bisa saja ada partai yang tidak mencapai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Menurut dia, tentu jauh dari akal sehat andai ada partai yang tidak lolos lalu suaranya dipakai untuk menjadi dasar penentuan ambang batas bagi syarat PT.