Begini Saran IDI untuk Mengatasi Defisit Anggaran BPJS
jpnn.com, JAKARTA - Defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diperkirakan tahun ini mencapai Rp 16,5 triiun mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Menurut Ketum PB IDI Dr. Daeng M Faqih, berdasarkan undang-undang ada tiga jalan yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan.
"Pertama menaikkan iuran setiap peserta baik untuk Kelas I, Kelas II, dan Kelas III termasuk mereka yang terdaftar sebagai peserta PBI,” kata Daeng di Jakarta, Jumat (9/11).
Cara yang kedua, lanjutnya, dengan mengurangi benefit pelayanan yang diberikan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bisa juga penggabungan antara cara pertama dan kedua yakni menambah iuran kepada peserta tapi beban manfaat yang harus diberikan rumah sakit dikurangi.
Daeng berpendapat langkah paling bijak yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan menggunakan cara penggabungan pertama dan kedua. "Yaitu dengan menambah kecukupan dana iuran peserta sekaligus menyesuaikan manfaat pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien," terangnya.
Sementara Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkapkan defisit anggaran terjadi karena penerapan tarif Indonesian Case Base Groups (INA CBGs). Diduga kuat paket pembiayaan INA CBGs yang diterapkan BPJS Kesehatan kepada sekitar 2400-an rumah sakit di seluruh Indonesia menyebabkan peserta mendapatkan pelayanan pengobatan 'under-treatment'.
“Penanganan ini disebabkan karena paket yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit, masih belum masuk nilai keekonomian yang mereka terapkan,” jelasnya.
Karena itu pihaknya berharap ada komunikasi antara pemerintah dan pihak rumah sakit untuk membicarakan kembali skema INA CBGS yang selama ini diterapkan. Ini agar bisa diterima nilai keekonomiannya.