Belajar dari Al-Ghazali tentang Memandang Hubungan Sains dan Agama
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini menjelaskan, sejarah munculnya pertentangan agama dan sains terjadi ketika orang-orang di Eropa Barat memiliki trauma kepada agama.
Salah satu sebabnya, dulu ketika gereja berkongsi dengan dengan negara atau penguasa, para tokohnya mempraktikkan agama yang bengis terhadap sains.
Praktik ini, lanjut Ulil, akhirnya membuat para saintis dendam kepada gereja. Maka ketika Charles Darwin menemukan teori evolusi, para saintis menyambut gembira.
“Karena mereka kemudian mengatakan, ini sekarang kita punya teori baru untuk menjelaskan variasi kehidupan yang tidak berdasarkan ketuhanan ala gereja,” ujar dia.
“Sementara kita sebagai umat Islam sebetulnya nggak ada masalah, karena kita tidak mewarisi trauma. Orang-orang ‘barat’ lah yang mewarisi trauma agama,” tambah Ulil.
Masalahnya, kata dia, dunia barat sekarang sangat dominan dalam segala bidang, mulai dari peradaban ilmu, terutama dalam peradaban sains.
Karena itu, pandangan barat yang melihat agama dan sains sebuah konflik, ini bisa memengaruhi banyak orang.
Karena itu, menurut Ulil, ketika umat Islam belajar sains, sebaiknya mendengarkan saran Al-Ghazali. Bagaimana penulis kitab Ihya Ulumuddin itu memandang sains?