Belajar dari Banyuwangi
Belum cukup. Dua kanon meriam dia pasang di depan kantor kabupaten. Meriam besar. Menghadap makam. Senjata yang lebih besar untuk menangkis pedang dan tombak yang sudah tidak ada.
Sudah tujuh tahun tidak ada demo di Banyuwangi. Bukan karena makamnya sudah ditutup hutan sawit. Tapi Anas membuat masyarakat sibuk berkarya.
Lebih 150 festival dia buat setiap tahun. Mulai dari tari ‘gandrung seribu’ sampai lari ke gunung Ijen.
Aneh sekali kalau kawasan Toba tidak bisa bangkit seperti Banyuwangi. Bandara Silangit harus bisa jadi bandara Banyuwangi. Tapi memang. Memang. Harus ada Azwar Anas di sana.
Itu pula yang membuat saya menyarankan pada bupati Sambas, Kalbar, H Atbah Romin Suhaili LC. Saat beliau ke rumah saya. Mencari cara membangun Sambas. Yang begitu jauh. Yang bertetangga dengan Serawak.
Bangunlah bandara. Manfaatkan nilai jual tetangga: Kota Singkawang.
Bekerjasamalah dengan wali kota Singkawang. Jangan bersaing. Apalagi bertengkar. Hanya demi gengsi.
Begitu banyak orang ingin ke Singkawang. Apalagi saat Cap Go Meh. Atau Imlek. Atau ceng beng. Terlalu tersiksa untuk ke Singkawang. Harus lewat Pontianak.