Belum Puas, Buruh Bakal Gelar Demo di Balai Kota DKI
jpnn.com, JAKARTA - Keputusan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2018 sebesar Rp 3,6 juta ternyata bikin para buruh kecewa.
Angka tersebut dinilai buruh masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga belum dapat diterima.
"Ini urusan perut. Jika Pemprov DKI Jakarta tidak mau berdialog kami pasti akan turun ke jalan," ujar Bismar Susbiyanto, wakil ketua DPD Serikat Buruh Kimia Energi Pertambangan Gas Bumi DKI Jakarta, Minggu (5/11).
Bismar yang juga menjadi perwakilan buruh alias duduk dalam Tripartit membahas UMP DKI bersama unsur pengusaha, dan pemerintah, menjelaskan penetapan UMP seharusnya tidak berdasarkan PP No 78, tetapi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Penghitungan UMP menurut PP No. 78, berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan penghitungan UMP menurut UU No 13/2003 berdasarkan KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Jika berdasarkan rumus tersebut, kata dia, UMP layak di DKI Jakarta Rp 3,9 juta.
"Kami berharap Pemprov DKI dalam hal ini Gubernur Anies dan Wagub Sandi mau berdialog. Kami masih meyakini pimpinan Jakarta saat ini masih lebih baik dari pimpinan Jakarta sebelumnya. Mudah-mudahan Senin ini keduanya mau membuka dialog dengan kami," tambah Bismar.
Ketua Departemen Infokom dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kahar S Cahyono mengatakan, penetapan UMP yang didasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan tidak sejalan dengan janji kampanye Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
"Pada saat Anies mencalonkan diri sebagai gubernur, dia sudah membut kontrak politik dengan kaum buruh bahwa tidak akan menaikkan UMP menggunakan PP No 78. Kami kecewa dengan apa yang dilakukan Anies-Sandi," terang dia.